Categories Feature GameVerse

Mengulik Kembali Fanatisme Fandom Genshin Impact di Indonesia

Pada November 2022 lalu, fandom Genshin Impact menjadi sorotan warganet. Pasalnya, mereka tidak terima bahwa gim yang mereka idolakan tidak masuk nominasi kategori musik terbaik dalam ajang The Game Awards 2022. Mereka mengungkapkan kekecewaan mereka di internet dan menjadi bulan-bulanan warganet lain yang mencemooh tingkah mereka dengan meme “Lah Genshin?”.

Mundur setahun ke belakang, mereka kembali “membadut” dengan memberikan “bintang satu” terhadap berbaga aplikasi Google Play Store sebagai rasa kecewa terhadap hadiah 1st anniversary yang dirasa tidak pantas. Tidak hanya aplikasi Genshin Impact yang menjadi serangan kekecewaan mereka. Berbagai gim lain, seperti Arknights, Pokemon Go!, dan Clash of Clans, dan aplikasi yang tak ada sangkut-pautnya dengan gim seperti Google Classroom dan m-Banking BCA ikut menjadi sasaran kemarahan. Mereka memberikan rating bintang satu dan berkomentar mengungkapkan kekecewaan terhadap “bansos” 1st anniversary dalam halaman aplikasi-aplikasi tersebut.

Melihat tingkah fandom Genshin Impact yang menjadi badut diluar fandom mereka, banyak warganet Indonesia, terutama mereka yang aktif atau memiliki ketertarikan terhadap dunia gaming serta para pemain dan penggemar Genshim Impact resah dan menyarakan kepada segenap pemain Genshin agar tidak masuk fandom. Bagi mereka, menghindari interaksi dengan fandom lebih melegakan hati dibandingkan ikut menjadi tercemar dengan berbagai pengaruh yang menyesatkan. Apa benar kehidupan dalam fandom Genshin Impact se-ekstrem itu?

Ungkapan kekecewaan fandom “Genshin Impact” atas hadiah Anniversary yang dianggap tak layak di Google Play Store, courtesy of Twitter @IvarMedrano / Indogamers (IDGS)

Menyelami kehidupan fandom Genshin Impact dalam beberapa grup yang mereka dirikan di Facebook, dapat dikatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam komunitas adalah interaks yang membangun. Dalam grup Facebook “Genshin Impact Indonesia Official”, interaksi anggota fandom yang membagikan postingan, fanart, meme, dan pertanyaan terjadi dengan ramah. Tidak ada hate-speech yang muncul dalam grup tersebut.

Sebagai contoh, pertanyaan yang diajukan pengguna Facebook dengan nama Arifa Iftita Rahma mengenai Jade Chamber. Pertanyaan tersebut direspon sesama anggota fandom dengan nada yang suportif. Seperti jawaban yang yang disampaikan Tsurumaki Kokoro yang menyarankan Arifa untuk kembali ke Liyue dan berbicara dengan Bu’yun agar dapat kembali ke Jade Chamber.

Selain tak ada kesan ekstrem, anggota grup Facebok ini juga menggunakan panggilan “sepuh” untuk menyebut sesama anggota. Sebutan ini, yang ditujukan sebagai sikap merendah kepada “senior” atau pemain yang lebih ahli, merupakan penanda bahwa terdapat tanda hormat dalam interaksi anggota. Komunikasi seperti ini membentuk solidaritas sosial sesama anggota fandom, seperti yang diungkapkan Anjang Priliantini dan Damayanti dalam artikel berjudul Peran Media Sosial Facebookdalam Membentuk Solidaritas Kelompok pada Aksi 411 dan 211 yang terbit dalam Jurnal Komunika pada tahun 2018.

Foto bersama para cosplayer karakter “Genshin Impact” menunjukkan sebuah solidaritas kelompok yang tinggi, courtesy of r/Genshin_Impact

Grup Facebook lainnya yang menjadi rumah bagi fandom Genshin Impact, “Genshin Impact Indonesia [GEMI]”, juga memiliki interaksi dan solidaritas sosial yang tinggi. Meski tidak menggunakan panggilan “sepuh” seintensif grup sebelumnya, diskusi dan jumlah konten yang dibagikan berlangsung aktif dan tanpa perundungan. Sebagai contoh, konten cosplay Primogem yang dibagikan pengguna Facebook dengan nama Crushed Tofu, mendapat respon yang hangat oleh sesama anggota fandom.

Jika interaksi yang terjadi dalam fandom berlangsung hangat dan tanpa tindakan kekerasan dan perundungan, mengapa anggota fandom Genshin Impact begitu beringas ketika berinteraksi diluar fandom mereka? Solidaritas yang terbentuk dan adanya perasaan sebagai saudara sedarah menjadi dasar keberingasan mereka. Mereka mencoba mempertahankan Genshin Impact dari kritik orang lain yang bukan menjadi anggota fandom, atau tidak sedarah dengan mereka.

Usaha-usaha yang mereka lakukan untuk mempertahankan nama baik Genshin Impact juga dilakukan oleh fandom lain. Dalam dunia fandom K-Pop, misalkan, sering terjadi fanwar (perang fandom) di media sosial. Menurut Lastriani dalam artikel berjudul Fanwar: Perang antar Fans Idol K-Pop di Media Sosial yang terbit dalam Jurnal Emik pada 2018, fanwar memaksa penggemar salah satu idol untuk selalu membela tokoh yang mereka puja. Jika terdapat sedikit cela yang dilontarkan oleh media mainstream maupun fandom lain, mereka tidak segan-segan melontarkan ujaran kebencian untuk mempertahankan kesucian idol yang mereka sanjung.

Sonic The Hedgehog dan Kujou Sara, sebagai simbolisasi “fanwar” antara fandom Sonic The Hedgehog dengan Genshin Impact yang berlangsung baru-baru ini, courtesy of UK Daily News

Pada akhirnya, sikap fandom Genshin Impact yang dipandang “barbar” oleh warganet diluar fandom mereka merupakan wujud nyata untuk mempertahankan eksistensi Genshin Impact. Bagi kita, mungkin sikap mereka yang demikian dirasa berlebihan. Tetapi, bagi anggota fandom, mempertahankan gim yang mereka cintai lebih berharga dibandingkan segalanya.

Sumber : gorajuara.com; IDGS (Indogamers); Anjang Priliantini dan Damayanti, Peran Media Sosial Facebookdalam Membentuk Solidaritas Kelompok pada Aksi 411 dan 211; Lastriani, Fanwar: Perang antar Fans Idol K-Pop di Media Sosial.

Putu Prima Cahyadi
Facebook : Prima Cahyadi
Email : prima.cahyadi.p@mail.ugm.ac.id

Written By

Lich King (Editor) at Monster Journal.
Mostly writing about social and culture.
Also managing a site and community related to history.
Used to work as a journalist. Now working as a history teacher.

(prima.cahyadi.p@mail.ugm.ac.id)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback
3 months ago

[…] Read More: Mengulik Kembali Fanatisme Fandom Genshin Impact di Indonesia […]

You May Also Like