“Kekuatan anime mana yang paling kuat….,” tulis seorang pengguna Facebook bernama Awaluddin Syam, membandingkan tiga kandidat calon wakil presiden (capres) dan calon wakil Presiden (cawapres) yang akan bertarung dalam kontestasi pemilu 2024. Dalam postingan tersebut, terlampir empat buah foto, yang menggambarkan para kandidat capres-cawapres dengan simbol-simbol budaya populer.
Foto pertama dan kedua dalam postingan tersebut, menampilkan Anies Baswedan, capres nomor urut 01, yang memegang bendera Bajak Laut Topi Jerami dalam anime One Piece dan seragam berlogo Scouting Legion, pasukan terkenal dalam anime Attack on Titan. Kedua foto tersebut, setidaknya menggambarkan kepada kita bahwa Anies merupakan seorang wibu, atau setidak-tidaknya dekat dengan kultur kaum wibu.
Foto ketiga, masih dengan unsur wibu, menampilkan cawapres Gibran Rakabuming yang tampil dengan jaket berlogo Naruto. Jaket tersebut digunakannya debat keempat capres-cawapres pada 21 Januari 2024 lalu. Menurut Monica Kumalasasi, seorang pakar gesture dan mikro ekspresi, jaket yang dikenakan Gibran bermakna bahwa ia ingin tampil seperti Naruto, tokoh yang semula dikerdilkan, namun mampu menjadi pemimpin desa Konoha.
Foto terakhir, meski bukan mengambil anime, menampilkan pasangan nomor urut 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang berpose ala pilot dalam film Top Gun. Lengkap dengan jaket bomber khas, mereka menyilangkan tangan di dada, tampil dengan ketampananyang mantap. Meski begitu, penampilan Ganjar-Mahfud tidak sepopuler Gibran maupun Anies.
Keempat foto yang diposting Awalludin menunjukkan kepada kita, bahwa politisi Indonesia mulai menggunakan budaya populer sebagai strategi politik mereka. Terlebih, dengan adanya fenomena kaum muda yang enggan dimanfaatkan dalam politik, membuat politisi harus memutar otak untuk menarik simpati mereka.
Budaya Populer dalam Pilpres 2024
Dalam kampanye pilpres Indonesia 2024, masing-masing kandidat juga melakukan kampanye yang dipengaruhi oleh budaya populer. Seperti yang diungkapkan di awal, bahwa ketiga kandidat menggunakan budaya populer untuk merebut hati masyarakat, terutama kaum muda. Meski mendapatkan kritik kaum wibu, seperti yang diterima Anies Baswedan ketika menjadi nakama, atau Gibran Rakabuming Raka dengan simbol Naruto-nya, nama mereka akhirnya menjadi pembicaraan masyarakat. Para kandidat capres-cawapres, yang semula tampil sebagai politisi yang serba ndakik-ndakik dan angkuh, kini menjadi ikon populer yang diminati masyarakat.
Selain melalui pakaian, budaya populer juga digunakan kandidat dalam simbol tubuh. Capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo, mempopulerkan Salam 3 Jari yang diadopsi dari serial Hunger Games. Mengutip pemberitaan detiksumut, simbol tersebut bermakna tiga jari tiga janji, yakni “taat pada Tuhan, patuh pada hukum, dan setia pada rakyat.” Menurut Juru Bicara (Jubir) TPN Ganjar-Mahfud, Salam 3 Jari tersebut diambil dari Hunger Games, karena sama-sama “simbol perjuangan rakyat.”
Penampilan sebagai ikon populer, bagi seorang politisi, bukanlah pepesan kosong. Ganjar Pranowo, yang aktif berinteraksi dengan masyarakat melalui X, sampai mendapat julukan Ketua Penguin dan Pinguin BIBD karena interaksi yang ia lakukan. Pasalnya, sebuah balasan yang ia posting, yakni gambar seekor pinguin yang sedang menghormat, segera mengingatkan masyarakat akan meme Badan Intelejen Bokep Dunia (BIBD), yang sempat viral beberapa tahun yang lalu. Terlebih, balasan tersebut terlihat semakin nyata, ketika Ganjar, dalam beberapa kesempatan, menyatakan bahwa dirinya sering menonton film porno.
Kampanye politik yang menggunakan budaya populer dapat mendekatkan politisi dengan calon pemilih. Juga, kampanye dengan pendekatan ini dapat membuat politik menjadi lebih fun. Seperti yang diungkapkan Faisal Dudayef, penggunaan budaya populer, dari Pinguin BIBD hingga foto caleg yang cosplay menjadi karakter tertentu, menjadikan politik lebih hidup dan meriah, terutama bagi pemilih muda.
Melansir Databoks Katadata, menunjukkan bahwa 59,8% anak muda Indonesia tertarik dengan politik, dan masih pikir-pikir untuk terlibat lebih dalam. Meski begitu, ketertarikan mereka masih didominasi dengan mengikuti berita-berita politik, yang mencapai angka 80,1%. Sementara, ketertarikan mereka untuk mengawali pemilu, mendukung kapanye, masuk partai politik, atau menjadi politisi, masih terbilang rendah, yakni antara 6% hingga 28%.
Ketika angka ketertarikan terhadap politik generasi muda masih sebatas konsumsi berita politik, tren konsumsi budaya populer di Indonesia terbilang tinggi. Meski belum ada data khusus mengenai ini, berdasarkan penelitian yang dilakukan Zuhrotul Hilaliyah dan Grendi Hendrastomo, serta Mimandita Atsari, generasi muda Indonesia sudah terbiasa mengosumsi budaya populer, terutama Korean Wave dan Cool Japan. Dapat dikatakan, generasi muda Indonesia telah melek budaya populer.
Dapat dikatakan, budaya populer dapat menjadi pilihan bagi politisi dan partai politik untuk strategi politik mereka. Dengan budaya populer, mereka bisa mengemas partai politik dan politisi menjadi ikon populer, tampil lebih dekat dengan masyarakat. Ketika strategi politik konvensional dirasa tidak efektif mendorong masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, untuk berpolitik, budaya populer dapat menjadi senjata baru untuk mewujudkannya.
Pengaruh Budaya Populer dalam Politik pada Masa Silam
Di Indonesia, budaya populer telah digunakan sebagai strategi politik untuk mempromosikan partai maupun politisi tertentu. Di Bali pada 1960-an, menurut Geoffrey Robinson dalam buku Dark Side of Paradise: Political Violence in Bali, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) sama-sama mengembangkan kelompok kesenian mereka sendiri, untuk mempromosikan agenda partai. Tidak jarang, seperti yang dikisahkan Putu Setia (sekarang dikenal sebagai pendeta bernama Mpu Jaya Prema Ananda) dalam novel Lentera Batukaru: Cerita Tragedi Kemanusiaan Pasca-1965, kelompok kesenian PKI dan PNI saling sindir, dan saling bentrok, hanya demi kepentingan politik.
Selain digunakan sebagai media kampanye oleh partai politik, budaya populer juga digunakan sebagai alat untuk mempromosikan program pemerintah. Satu contoh, seperti yang diungkapkan Kuntowijoyo dalam novel Mantra Pejinak Ular, adalah kegiatan Abu Kasan Sapari yang mempromosikan pelestarian lingkungan kepada warga desa melalui pementasan wayang. Contoh lain, menurut sebuah pemberitaan dalam harian Bali Post Edisi Pedesaan pada 10 April 1983, BKKBN Provinsi Bali merekam sebuah geguritan KB karya Ida Made Giur Dipta, untuk digunakan sebagai media promosi Keluarga Berencana di Bali.
Memasuki masa Reformasi, penggunaan internet menjadi salah satu media penting dalam kampanye. Seperti yang diungkapkan Henri Subiakto dan Rahmad Ida dalam artikel Penggunaan Internet dan Budaya Populer dalam Kampanye Politik di Indonesia, penggunaan internet, yang diwujudkan melalui akun media sosial, menjadi sarana untuk menyampaikan gagasan politik. Seperti akun Instagram Ridwan Kamil, menurut Subiakto dan Ida, menggunakan Spiderman untuk “mendekatkan diri dengan para remaja.”
I just like the helpful information you provide in your articles
This asset is phenomenal. The wonderful information exhibits the proprietor’s earnestness. I’m stunned and anticipate more such mind blowing entries.
This webpage is outstanding. The site owner’s passion is evident in the excellent content. I’m in awe and anticipate reading more amazing pieces like this one.
Attractive section of content I just stumbled upon your blog and in accession capital to assert that I get actually enjoyed account your blog posts Anyway I will be subscribing to your augment and even I achievement you access consistently fast
Thank you for the auspicious writeup It in fact was a amusement account it Look advanced to more added agreeable from you By the way how could we communicate
Hello my loved one I want to say that this post is amazing great written and include almost all significant infos I would like to look extra posts like this
Thank you I have just been searching for information approximately this topic for a while and yours is the best I have found out so far However what in regards to the bottom line Are you certain concerning the supply
terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/