Ada alasan personal yang kuat mengapa Reza Rahadian memilih kehidupan di Pantura sebagai latar lokasi utama pada debut film panjangnya, Pangku. Fenomena Kopi Pangku di daerah tersebut membuatnya tergerak untuk menciptakan karya ini. Selain itu, tumbuh bersama ibu tunggal mendorongnya untuk menekankan isu sosial yang berdampak langsung pada seorang ibu. Reza pun memilih Sartika Puspita (Claresta Taufan) sebagai tokoh utama yang berperan sebagai seorang ibu tunggal.
Dilansir dari Tempo, Reza mengaku bahwa Pangku mengandung beragam filosofi. Salah satunya berkaitan dengan aksara Jawa “pangku”, yang menandai batas seseorang dalam berpikir dan bertindak. Makna ini tercermin pada karakter Sartika, yang nyaris tak memiliki pilihan lain untuk menyambung hidup selain bekerja sebagai pelayan di Kopi Pangku.
Menekankan perjuangan seorang ibu untuk bertahan hidup bersama anaknya, Reza dengan ciamik menyoroti lika-liku kehidupan Sartika. Tanpa menggurui atau memaksakan pesan moral, ia menghadirkan karakter-karakter pendukung yang tidak cerewet bahkan tetap selaras dengan fakta bahwa Pangku memang minim dialog.
Meski dialog antar tokoh terbatas, Reza tetap berhasil menyampaikan ragam emosi melalui ekspresi dan mimik Sartika yang menjadi pusat perhatian. Dari kesenyapan itulah, film ini memberi ruang bagi isu-isu sosial yang ingin diangkat.

Film ini membawa isu-isu yang dekat dengan masyarakat Indonesia, mulai dari kerentanan perempuan hingga bagaimana krisis sosial-ekonomi berdampak serius pada mereka, khususnya para ibu. Reza tidak menyajikannya secara muluk-muluk; justru kesederhanaan dengan alur maju yang konsisten membuat film ini terasa lebih membumi.
Selain itu, Pangku menyoroti bagaimana Sartika terkungkung dalam dorongan balas budi, harapan orang lain, dan peluang untuk memperoleh kebebasan. Fakta bahwa ia akhirnya kembali ke Kopi Pangku menjadikan film ini semakin menarik: penonton mungkin akan menyadari betapa Sartika begitu tak berdaya dalam menentukan keputusan hidupnya, seolah kembali menegaskan makna “pangku” sebagai batas yang sulit ia lampaui.
Kemampuan akting Claresta Taufan tak disangka-sangka begitu apik. Ia menyalurkan emosi melalui tatapan mata dan perubahan halus pada mimiknya. Perasaan lemah, sedih, dan bingung bercampur dengan begitu indahnya. Belum lagi pemilihan Christine Hakim untuk memerankan Maya—rasanya ini adalah yang namanya perfect casting. Christine Hakim dan Claresta Taufan seperti lahir untuk karakter mereka dalam Pangku.

Pengambilan gambarnya begitu baik dan cantik, ditambah dengan plot twist yang muncul dengan foreshadow di tengah film. Tak ada plot hole dalam Pangku. Meski tidak sempurna, film ini tetap layak ditonton bersama pasangan, teman, dan keluarga. Film yang diciptakan Reza dengan penuh cinta ini benar-benar layak memboyong empat penghargaan dalam 30th BIFF.
Tak ada yang sempurna di dunia ini, sekalipun Reza Rahadian—si aktor seribu wajah—yang menciptakan Pangku. Memilih Shakeel Fauzi sebagai Bayu agaknya kurang pas. Wajah Shakeel terlalu bersih dan tampan untuk memerankan karakter Bayu yang tinggal di pesisir dan terpapar cahaya matahari terus-terusan karena bermain layangan. Kesan ini membuat karakter Bayu terasa kurang menyatu dengan lingkungan keras yang membentuk latar kehidupannya.
Pada akhirnya, Pangku hadir sebagai potret getir yang tidak berusaha menawarkan penyelesaian manis. Reza Rahadian membiarkan penonton memahami sendiri realitas yang dihadapi Sartika: bahwa tidak semua perjuangan menemukan jalannya, dan tidak semua pintu menuju kebebasan benar-benar terbuka. Meski sederhana, film ini meninggalkan kesan yang membekas—tentang perempuan yang terus mencoba bertahan, tentang keterbatasan pilihan, dan tentang kehidupan yang sering kali memaksa seseorang untuk kembali ke titik awal. Pangku bukan hanya film tentang bertahan hidup, tetapi juga tentang keberanian untuk tetap berjalan meski dunia tidak berubah.
Our Score: 9.5/10
Judul: Pangku (On Your Lap)
Produksi: Gambar Gerak
Sutradara: Reza Rahadian
Penulis: Reza Rahadian, Felix K. Nesi
Pemeran: Claresta Taufan, Christine Hakim, Fedi Nuril

