Categories Essay Focus

Kisah Karuhun Nusantara, Sebuah Esai Perjalanan

Dalam Lontar Kekawin Arjunawiwaha tersiratlah: “Tanpa pertapaan dari Arjuna, maka tidak ada kemanangan dalam Bharatayudha.”

Kisah Arjuna dalam Kekawin Arjunawiwaha, memperlihatkan bagaimana garis karma mempengaruhi hidup manusia di setiap jaman. Bagaimana masa kini tidak pernah terlepas dari masa lalu. Serta bagaimana para manusia kini juga dipengaruhi oleh para leluhur (Karuhun).

Tanah air nusantara. Ia lebih dari sekedar nama negara. Indonesia saat ini ada tidak terlepas dari kejayaan masa lalu. Kekuatan Majapahit, Dinasti Mataram, Kabuyutan Sunda Galuh, dan berbagai jaman setelahnya.

Di balik sunyi petilasan, wangi dupa, dan batu-batu tua yang nyaris ditelan lumut, tersembunyi kisah para karuhun. Jauh dari genderang megah nama-nama di buku sejarah. Mereka yang dahulu menanam doa di jantung hati tanah air nusantara jauh sebelum dunia mengenal Indonesia. Mereka adalah para roh yang menyatu dengan tanah, hujan, dan angin. Mereka menabur benih nilai, membangun tak hanya kerajaan, tapi juga kesadaran akan makna hidup dalam hubungan antara manusia, alam, dan kekuatan semesta.

Mengetuk pintu Kabuyutan Adipati Kertamanah, menunduk di pelataran Eyang Djoego dan Raden Mas Iman Soedjono, kota kelahiran Bung Karno hingga menyusuri kabut di pelataran Gunung Bromo dan berinteraksi dengan para pemangku dari Tengger, aku merasa seperti sedang mengetuk pintu-pintu waktu.

Pura Gunung Bromo. Dok. Pribadi
Hal ini bukan baru sekali saja. Bahkan dari sebelumnya, sejak remaja, mengetuk pintu petilasan, candi, dan makam sudah menjadi hal umum dalam hidup saya. Sebut saja Prabu Siliwangi, Roro Jonggrang, Selatan dan Utara Pulau Jawa. Bahkan mengetuk dan membaca dimensi waktu melalui wuku dan weton.

Doa-doa para tokoh tersebut masih belum mati. Mereka masih bergetar di udara, menyusup ke dada, mengajak untuk mengingat bahwa hidup ini bukan semata urusan diri, tapi bagian dari rangkaian panjang cinta dan tanggung jawab antar generasi. Sebuah lingkaran karma yang tidak akan putus.

Doa mereka akan terus hidup, sebagai bagian dari detak jantung hati dan aliran darah tanah air nusantara, selama kita mau menyapa doa mereka. Keberadaan petilasan mereka bukanlah hal keramat, tapi pengingat bahwa energi dan darah nusantara telah mengalir dari sebelum Belanda datang.

Maka demikianlah kisah para Karuhun Nusantara. Mendatangi tempat mereka hidup bukanlah sekedar wisata, tapi laku bakti. Kepada para pendahulu yang tak sekadar melahirkan darah, tapi juga merawat cahaya. Meski nama mereka tidak masuk dalam buku sejarah, namun doa tulus mereka sudah tertancap dalam di tanah air ini.

Esai ini adalah sebuah tulisan kontemplasi, ditulis pada 1 Suro yang datang pada Jumat Kliwon. Apakah ketukan ini juga adalah sebuah kebetulan?

Written By

Demon Lord (Editor-in-Chief) of Monster Journal.
Film critics, and pop-culture columnist.
A bachelor in International Relations, and Master's in Public Policy.
Working as a Consultant for Communications and Public Affairs.

(radarbahurekso@gmail.com)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

You May Also Like