Categories Animology Feature

Esensi Alisa Mikhailovna Kujou sebagai Waifu dan Cerminan Diri

Beberapa anime musim panas (summer) 2024 telah bergulir sejak Juli lalu. Beberapa anime, seperti OSHI NO KO Season 2 dan My Deer Friend Nokotan berhasil menarik minat kaum wibu, terutama di Indonesia. Namun, terdapat satu anime yang juga ikut mencuri perhatian para wibu. Anime tersebut berjudul Alya Sometimes Hides Her Feelings in Russian (Roshidere).

Menurut voting yang diterbitkan Anime Trending pada 29 Juni 2024, Roshidere menempati peringkat kedua, setelah OSHI NO KO Season 2, sebagai anime yang paling diantisipasi para wibu. Anime bergenre romance comedy (romcom) ini tidak hanya memikat karena kisah romansa sekolah yang ditampilkan, tetapi juga karena kehadiran Alisa Mikhailovna Kujou, atau Alya.

Promotional poster anime Alya Sometimes Hides Her Feelings in Russian (Roshidere), courtesy of KAORI Nusantara

Sejak diumumkan pada Maret 2023 lalu, kehadiran Alya dalam bentuk animasi telah memantik perhatian kaum wibu. Setelah sekian lama, akhirnya mereka kembali memiliki karakter wanita yang dapat dijadikan “istri dua dimensi” (waifu). Kali ini, waifu mereka adalah karakter blasteran Jepang-Rusia.

Pesona Alisa Mikhailovna Kujou alias Alya tentu menarik untuk dibahas lebih mendalam. Apa nilai lebih dari sosoknya, sehingga layak untuk menjadi satu (atau salah satu) waifu musim ini?

Alya Selayang Pandang

Alisa Mikhailovna Kujou atau Alya adalah seorang remaja sekolah menengah di Seiren Private Academy. Ia adalah siswi yang berprestasi. Nilai-nilai mata pelajaran yang ia pelajari selalu sempurna. Ia juga seorang siswi yang mengerjakan tugas secara luar biasa baik.

Alisa Mikhailovna Kujou (Alya), perempuan yang hanya bisa mengungkapkan perasaannya, terutama perasaan suka terhadap Masachika Kuze, dengan bahasa Rusia, courtesy of Anime Corner

Namun, Alya adalah seorang perempuan yang penyendiri. Ia tidak bergaul dengan banyak orang. Bahkan, dalam bagian awal episode 1, Alya menolak mentah-mentah permintaan remaja pria yang berusaha mendekatinya.

Hanya Masachika Kuze, seorang lelaki yang duduk di sebelahnya di kelas, yang mampu menggetarkan perasaannya. Kuze, seorang lelaki otaku yang hidup sebagai seorang pemalas dan tidak dapat diandalkan, menarik minat Alya. Sejak episode 1, getaran perasaan Alya kepada Kuze bergetar.

Meski begitu, Alya tidak dapat mengungkapkan isi hatinya kepada Kuze. Jika ia terpaksa melakukan itu, ia hanya akan mengungkapkannya dengan bahasa Rusia. Ia berpikir, dengan menggunakan bahasa Rusia, Kuze tidak akan memahami perasaannya.

Kelucuan Alya dan Kuze ketika shopping di mall, courtesy of Wallpaper Abyss – Alpha Coders

Tidak disangka-sangka, Kuze paham apa yang diucapkan Alya. Pengalamannya belajar bahasa Rusia ketika kecil, karena hubungan pertemanan dengan seorang gadis Rusia pada masa silam, membuat Kuze bisa memahami apa yang diungkapkan Alya.

Kuze tahu, bahwa Alya menyukainya. Namun, ia memilih untuk tidak mengungkapkan hal tersebut. Alya, yang percaya bahwa Kuze tidak mengetahui perasaan dan kegelisahannya, tetap menggunakan bahasa Rusia untuk melindungi dirinya.

Lambat laun, seiring berjalannya anime ini, hubungan Alya dan Kuze semakin dekat. Alya berusaha untuk mendekatkan dirinya kepada Kuze, begitu pula Kuze, yang mencoba mengenal Alya lebih dalam. Perjalanan romansa antara mereka berdua, ditambah dengan bumbu komedi, mewarnai hubungan antara Alya dan Kuze.

Nilai Alya sebagai Seorang Waifu yang Imut

Alisa Mikhailovna Kujou, di permukaan, adalah seorang perempuan yang sempurna. Ia memiliki pencapaian akademik yang sangat baik, semangat belajar yang tinggi, serta relasi pertemanan yang kuat sebagai bendahara OSIS. Namun, yang membuat Alya memiliki nilai lebih adalah kelemahannya dalam mengungkapkan perasaan.

Read More: Ketika Anime hanya Dinikmati untuk Berburu Waifu dan Husbando

Alya saat SMP. Sejak kecil, ia sudah dituntut untuk selalu sempurna oleh lingkungannya, memaksanya untuk bekerja sekuat mungkin, dan kalau mungkin, hanya dilakukan sendirian, courtesy of Roshidere Wiki

Sosok Alya menggambarkan dilema seorang perempuan yang dituntut untuk selalu sempurna. Tuntutan tersebut memaksanya untuk bekerja sekuat mungkin, meski hal tersebut membuatnya bekerja sendirian. Meski ia akan menghasilkan karya yang sempurna baginya, ia mengabaikan aspek penting dari kehidupan, yakni kerja sama dengan orang lain.

Berkenalan dengan Kuze, membuat Alya menemukan esensi dalam kehidupannya. Ia menyadari bahwa kehidupan bukanlah sebuah pekerjaan yang dilakukan sendirian. Hal paling utama dalam kehidupan adalah menjalin kekuatan dengan orang lain, bergotong royong menuju tujuan yang disepakati bersama.

Alya dikerubungi siswa lain di sekolahnya. Selain terkesan dengan prestasinya, mereka juga terkesan dengan keimutan seorang Alya, courtesy of Kompasiana

Selain kelemahan berusaha tampil sempurna, Alya juga seorang perempuan yang imut. Imut dalam tulisan ini berarti kecantikan yang muncul dalam sosoknya bukan berasal dari paras wajahnya. Kecantikan imut seorang Alya tergambar dari penggambaran karakter yang malu-malu ketika berusaha mengungkapkan isi hatinya kepada Kuze.

Melalui bahasa Rusia, isi hati dan keinginan Alya berusaha disampaikan kepada Kuze. Melalui bahasa ini pula, kita dapat melihat bagaimana Alya berusaha mencurahkan perasaannya kepada Kuze. Penggambaran ini merupakan sebuah perwujudan keimutan dalam diri Alya, yang akhirnya menjadikan sosoknya sebagai waifu idaman.

Sosok Alya sebagai Cermin bagi Diri Sendiri

Pada mulanya, saya membayangkan Alisa Mikhailovna Kujou sebagai seorang waifu bagi para wibu karbit, seperti yang Rizky Aufa Febrianto dalam Media Formasi. Namun, setelah menonton Roshidere hingga episode 10, saya bisa katakan bahwa Alya adalah cerminan dari diri saya sendiri.

Saya berpikir sosok Alya hanya bisa tampil sebagai pemuas para wibu karbit. Namun, saya ternyata sangat salah, courtesy of Sportskeeda

Tindakan Alya, yang berusaha bekerja semaksimal mungkin meski dilakukan sendiri, merupakan apa yang pernah saya jalani selama berkuliah. Karena dikucilkan oleh rekan-rekan satu angkatan, saya hanya bisa mengerjakan tugas sendirian jika menghadapi tugas kelompok. Tentu, tugas tersebut saya kerjakan dengan seniat mungkin. Disayangkan, saya tidak menikmati interaksi antarteman ketika mengerjakan tugas kelompok tersebut.

Perkenalan Alya dengan Kuze, yang menyadari ketidaksempurnaan dalam diri Alya, membawa saya ketika saya mulai bekerja sebagai seorang guru. Melihat kultur kerja sekolah yang cenderung berada dalam slow lane, memaksa saya untuk mengikuti arus. Namun, saya merasakan kehangatan berada dalam lajur ini. Terlebih, interaksi antarguru selama mengerjakan kegiatan kepanitiaan, menjadikan pekerjaan terasa lebih ringan dan lebih sempurna.

Bagi para wibu karbit, mereka mungkin akan melihat Alya dari nilai keimutan sosoknya. Namun, bagi saya, ke-waifu-an seorang Alya adalah ia menjadi cerminan saya pada masa silam. Melalui sosok Alya, saya belajar bahwa apa yang saya lakukan adalah sebuah hal yang tak sesuai, dan mengkoreksi diri untuk mulai bekerja sama dengan orang lain.

Written By

Lich King (Editor) at Monster Journal.
Mostly writing about social and culture.
Also managing a site and community related to history.
Used to work as a journalist. Now working as a history teacher.

(prima.cahyadi.p@mail.ugm.ac.id)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

You May Also Like