Categories Feature GameVerse

Napak Tilas Perjalanan Genre JRPG dalam Dunia Gim

Ethan Gach, penulis untuk Kotaku, mengatakan bahwa 2022 merupakan tahun yang besar bagi JRPG (Japanese role-playing game). Setelah genre ini surut beberapa tahun yang lalu, 2021 dan 2022 menjadi “bonanza” yang menghidupkan kembali genre ini dalam kehidupan para gamers. Terlebih, sebagai pemanis dari pendapat Gach, Konami mengumumkan remaster dari Suikoden I & II, sebuah video gim yang memiliki kesan yang gemilang di hati para penikmat JRPG.

JRPG, sebagai sebuah genre yang menggabungkan elemen permainan papan seperti Dungeons & Dragons, petualangan berbasis menelusuri gua (cave adventure) dengan warna khas kebudayaan Jepang, pada awalnya tidak begitu populer di luar Jepang. Seiring berjalannya waktu, seperti dengan kemunculan Final Fantasy Mystic Quest (1992) yang dipandang sebagai “permainan role-playing game … bagi pemain pemula”, membuat genre ini populer dan digemari.

Keberadaan JRPG berawal dari popularitas personal computer (komputer) dalam masyarakat Jepang. Ketika masyarakat Barat lebih berfokus pada konsol, Jepang memilih untuk menggemari komputer. Jon Szczepaniak dalam artikel berjudul Finaru Furantier mengatakan bahwa popularitas komputer di Jepang membuat banyak produsen komputer menciptakan berbagai produk untuk memenuhi permintaan pasar, yang memiliki berbagai varian untuk satu jenis komputer.

Salah satu jenis komputer Jepang pada 1980-an, courtesy of ResetEra

Popularitas komputer membuat permintaan terhadap perangkat lunak, terutama gim, meningkat. Berbagai gim yang diproduksi secara kecil dirilis untuk benda ini. Banyak gim yang diproduksi saat itu menggunakan program Doujin Soft, dan karena diproduksi untuk skala kecil, tidak terkatalogisasi secara rapi dan menyelutuh.

Minat akan komputer dan perangkat lunak yang tinggi di Jepang mendorong Yasuhiro Fukushima, seorang lulusan teknik sipil, mendirikan Enix pada 1982. Pada mulanya, perusahaan ini hanya sebatas untuk melayani jual-beli komputer dan memprogram ulang video gim yang telah ada. Sebuah iklan dalam sebuah surat kabar membuat Fukushima terpikirkan untuk mulai menjual video gim. Ia mengadakan sayembara, dan salah satu pemenang dalam sayembra tersebut adalah Yuuji Horii.

Horii, bersama Akira Toriyama yang mengerjakan disain karakter dan Koichi Sugiyama sebagai komposer musik, mulai mengerjakan video gim pertama Enix. Permainan tersebut, yang dikenal sebagai Dragon Quest, dirilis pada Mei 1986. Dalam waktu enam bulan, 1 juta kopi telah berhasil terjual, sebuah pencapaian yang luar biasa saat itu. Kemunculan gim ini menjadi fondasi dasar bagi JRPG pada masa berikutnya. Jeremy Parish menempatkan Dragon Quest sebagai salah satu gim terbaik untuk Nintendo Entertainment System (NES).

Dragon Quest (1986), yang juga dikenal sebagai Dragon Warrior, courtesy of Medium

Apa yang membuat Dragon Quest unik? Menurut Yoshiyuki Iwamoto, Dragon Quest memberikan angin segar bagi gamers Jepang saat itu. Video gim yang memberikan kesempatan kepada pemainnya untuk tumbuh bersama karakter yang mereka mainkan seiring berjalannya waktu merupakan konsep baru ditengah genre yang menekankan refleks pemain. Selain itu, adanya kesempatan bagi pemain untuk menjelajahi semesta yang luas dan tidak terbatas hanya sebuah gua merupakan daya tarik Dragon Quest sebagai peletak dasar JRPG bagi generasi berikutnya.

JRPG terus tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu, hingga ia kesulitan untuk mengembangkan diri lebih jauh. Bryant Pereira mengatakan bahwa JRPG, sebagai sebuah genre, telah berada pada keadaan stagnan. Menurut Kris Cornelise, terjadi baik dalam segi inovasi maupun kualitas gim. Dan contoh yang menjadi penanda kemerosotan genre JRPG adalah Final Fantasy XIII, yang menurut Bob Richardson sebagai minim inovasi dan membosankan. PSM3 UK bahkan mengatakan bahwa Final Fantasy XIII hampir membunuh genre JRPG.

Kemerosotan JRPG, selain karena faktor di atas, juga terjadi karena pengembang video gim Jepang kesulitan untuk menemukan jati diri mereka. Keiji Inafude, mantan kepala Research & Development untuk Capcom mengatakan bahwa perusahaan Jepang memproduksi video gim dengan kualitas buruk, sehingga tidak diminati oleh gamers diluar Jepang. Jika kondisi ini terus berlanjut, Inafude menambahkan bahwa industri video gim Jepang “akan tamat riwayatnya.”

Final Fantasy XIII (2009), penanda kemerosotan JRPG sebagai genre video gim

Beruntung, JRPG mengalami renaisans pada akhir 2016 dan awal 2017. Berawal dari dirilisnya Final Fantasy XV, ia mampu memberikan kehidupan tidak hanya bagi JRPG, tetapi juga bagi industri video gim di Jepang. Tren positif berlanjut dengan dirilisnya Yakuza 0, Nioh, serta Nier: Automata, yang tidak hanya menjadi permainan yang populer dan diminati, tetapi mampu memantik motivasi pengembangan gim di Jepang untuk menemukan jati diri mereka.

Mereka tidak perlu mengembangkan sebuah permainan dengan modal besar dan tenaga ahli yang banyak; yang mereka butuhkan adalah bagaimana mereka bisa menghasilkan sebuah produk yang selain memiliki nilai keunikan industri video gim Jepang, juga menampilkan inovasi yang mampu mengembangkan industri mereka lebih lanjut.

Sebagai sebuah genre, JPRG memiliki dinamika pasang surut yang menarik untuk diselami, tidak hanya bagi pecinta video gim, tetapi juga bagi pengembang industri video gim di Jepang dan tempat lainnya. Apa yang dialami genre JRPG saat ini merupakan hasil dari perenungan dan pengembangan yang tinggi tanpa meninggalkan peletak dasar dan akar kebudayaan Jepang.

Sumber : Kotaku (1), (2), Gematsu, Gamespot (melalui Wayback Machine), majalah Retro Gamer No. 67, 1Up (melalui Wayback Machine), Yoshiyuki Iwamoto, Japan on the Upswing: Why the Bubble Burst and Japan’s Economic Renewal, Game Skinny (1), (2), RPGFan, GamesRadar+, Softpedia News, Eurogamer, GameRevolution, The Verge.

Putu Prima Cahyadi
Facebook : Prima Cahyadi
Email : prima.cahyadi.p@mail.ugm.ac.id

Written By

Lich King (Editor) at Monster Journal.
Mostly writing about social and culture.
Also managing a site and community related to history.
Used to work as a journalist. Now working as a history teacher.

(prima.cahyadi.p@mail.ugm.ac.id)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
binance hesabi
binance hesabi
11 months ago

I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article. https://www.binance.info/tr/join?ref=IJFGOAID

binance-
binance-
7 months ago

Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?

You May Also Like