Review, The Swordsman (2020)

Pada era monarki absolut, kelompok kelas aristocrat memang banyak diisi oleh kaum ksatria. Para pendekar yang berjasa bagi pemegang kekuasaan kemudian menyimpan pedangnya dan beralih profesi menjadi politisi sambil tetap memiliki pengaruh didalam militer.

Lalu bagaimana dengan pendekar yang kalah? Hanya ada dua pilihan, mati di tengah pertempuran atau mengasingkan diri agar dapat bertahan hidup. Film The Swordsman (Geom Gaek) arahan sutradara Choi Jae-Hoon ini berangkat dari premis jalan hidup para pendekar pedang. Antara yang kalah dan yang menang, antara yang ingin berkuasa dan hidup tenang, antara yang semakin kuat dan yang melemah.

The Swordsman dibuka dengan adegan yang intens, Tae Yul (BTOB Minhyuk) yang masih muda berusaha setengah mati melindungi Raja Kwanghee (Jang Hyun Sung) dari sebuah kudeta yang dipimpin oleh Seung Ho (Jung Man Sik) dan Lee Mok Yo (Choi Jin Ho).

Sang raja menyerah, kelompok pemberontak menang dan berhasil menguasai pemerintahan. Beberapa tahun kemudian Tae Yul yang sudah dewasa (Jang Hyuk) hidup terasing namun damai diatas gunung bersama putrinya, Tae Ok (Kim Hyun Soo).

Tae Yul memiliki masalah dengan penglihatannya, Tae Ok berkeinginan untuk bisa menyembuhkan mata sang ayah. Maka mereka berdua turun gunung untuk pergi mencari obat ke kota. Joseon (dinasti monarki di Korea) kini tengah dihadapi dengan tensi peralihan kekuasaan di Cina dari dinasti Ming ke dinasti Qing.

Kemudian kita dipertemukan dengan tokoh antagonis film ini yakni Gurutai (Joe Taslim) yang masih anggota keluarga kekaisaran Qing. Tae Ok yang berusaha untuk mendapatkan obat untuk ayahnya kemudian diculik oleh pihak Gurutai. Tae Yul yang tadinya berniat hidup tenang kemudian harus kembali mengambil pedangnya untuk menyelamatkan Tae Ok.

Meskipun dimulai dengan adegan yang tenang, Tae Yul dan Tae Ok hidup damai diatas gunung. Namun aksi pedang yang intens tak lama datang. The Swordsman memiliki plot cerita yang sederhana dan mudah ditebak, film ini tidak memberikan ruang untuk kisah romantis maupun aksi pertarungan yang tidak perlu.

Dari awal kita sudah sedikit diberikan alasan tentang jiwa ksatria dari Tae Yul dan alasannya untuk bertarung. Alasan ini semakin jelas dan semakin kuat seiring cerita berjalan, kemudian kita dibuat mengerti saat Tae Yul mengucapkan dialog, “my daughter, my nation.”

Pertarungan antara Tae Yul dan pendekar pedang lainnya juga sedikit memperlihatkan perjalanan hidup para pendekar pedang jaman itu. Seung Ho yang awalnya adalah pendekar pedang yang lebih hebat dari pada Tae Yul harus kehilangan tajinya saat kemudian ia beralih menjadi politisi. Tae Yul yang hidup tenang sambil melindungi putrinya justru semakin kuat dan menemukan kembali alasan untuk bertarung.

Disisi lain Gurutai merupakan sosok pendekar yang tengah mencari ‘pengaruh’ kekuasaan dan dukungan terhadap pihak Qing. Ia menjadi sosok penindas yang memperlihatkan bahwa dia berada di posisi yang lebih tinggi dari Joseon.

Meski baru pertama kali memerankan film Korea, Joe Taslim mampu memerankan sosok Gurutai dengan cukup baik, ia terlihat lancar berdialog dalam Bahasa Korea jaman kerajaan dan juga berbicara Bahasa Qing, meskipun dengan logat yang agak aneh, cara bicara Gurutai terdengar seperti Batman dengan suara serak yang dibuat-buat.

Seperti film aksi Asia Timur lainnya, The Swordsman memiliki adegan aksi yang dikoreografi dengan baik dan tampil memanjakan mata. Kumpulan aksi pedang yang intens, kisah heroik yang membumi, heartwarming ending, dan ditambah latar sejarah membuat film ini mudah untuk dinikmati meski dengan plot cerita yang sederhana.

Our Score (7/10)

Judul : The Swordsman
Produksi : Opus Pictures
Sutradara : Choi Jae Hoon
Penulis Cerita : Choi Jae Hoon
Pemeran : Jang Hyuk, Joe Taslim, Kim Hyun Soo, Jung Man Sik, Choi Jin Ho