Categories Film Review

Surat Cinta Untuk Kartini, Sentuhan Fiksi Tanpa Cerita Baru

Film bertemakan tokoh sejarah maupun kejadian sejarah memang lagi diminati di Indonesia. Sudah beberapa tahun kebelakang, film seperti ini pasti selalu muncul di bioskop. Kali ini ada film berjudul Surat Cinta Untuk Kartini sebuah film tentang ibu kita Kartini yang dikemas dengan sedikit fantasi/fiksi.

Surat Cinta Untuk Kartini berusaha untuk memperlihatkan sosok Kartini dari interaksinya dengan seorang tokoh fiktif yakni seorang tukang surat bernama Sarwadi. Diantara berbagai banyak karakter fiktif yang bisa dimunculkan memang tukang surat lah yang paling masuk akal dan paling aman dimunculkan mengingat Kartini memang sangat sering menulis surat dimana surat-surat nya tersebut kemudian menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Keinginan untuk memfantasikan kisah hidup Kartini patut diapresiasi. Pendekatan melalui sudut fiksi membuat kita bisa setidaknya mengetahui sisi sub-plot ataupun narasi-narasi kecil dari kisah hidup yang sudah mainstream. Kartini yang begitu dipuja dan begitu intelektual ternyata saat ia sering menulis surat, ia memiliki sebuah hubungan khusus dengan tukang surat. Menarik walaupun hanya fiksi.

Tidak banyak orang mampu atau bahkan berani memfantasikan tokoh sejarah atau timeline sejarah di Indonesia. Ahli waris tokoh maupun masyarakat pemuja seorang tokoh masih menjadi masalah utama, mereka menganggap bahwa sosok pahlawan adalah miliki mereka. Padahal seharusnya setiap orang berhak memiliki tanggapan dan interpretasi tersendiri terhadap sosok seseorang meskipun ia adalah seorang pahlawan. Kalau kita lihat kerya pop Jepang seperti anime/manga misalnya, banyak kita temukan berbagai interpretasi terhadap sosok sejarah seperti Shinsengumi, Nobunaga Oda, dll. Ada yang menganggap mereka pahlawan ber-patriotisme ada juga yang menganggap mereka adalah setan pembantai.

Dengan tokoh fiksi yang dihadirkan dalam film ini, seharusnya ada kisah menarik yang mampu dihadirkan dalam kisah Kartini. Mengingat melalui fiksi, sang filmmaker bisa memiliki kebebasan bercerita. Namun ternyata tidak ada hal menarik yang dihadirkan melalui Surat Cinta Untuk Kartini ini, bahkan tokoh fiksi yang dihadirkan juga tidak mampu membuat kita mengenal sisi lain seorang Kartini. Konsep cerita yang menarik, sayangnya tidak dieksekusi dengan baik.

Film ini seolah hanya menambahkan sosok fiksi terhadap perjalanan hidup Kartini yang bisa kita baca di Wikipedia tanpa menghadirkan hal-hal baru ataupun kisah sub-plot menarik dalam jalur hidup Kartini sebagai seorang pahlawan.

Surat Cinta Untuk Kartini. pic: MNC Pictures

Alkisah di Jepara terdapat seorang pengantar surat bernama Sawardi (Chicco Jerikho) yang merupakan seorang duda yang memiliki anak berumur 7 tahun. Waktu ia mengantarkan sebuah surat kerumah Bupati Jepara, ia bertemu denga Kartini dan kemudian jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun sayangnya, pengambilan kamera ataupun efek kameran tidak menunjukan hal tersebut. Efek ataupun sinematografi yang seharusnya bisa menunjukan perasaan si pemain tidak disampaikan disini.

Sawardi tertarik terhadap Kartini dan mencari tahu tentang Kartini. Sawardi kemudian bercita-cita untuk membuat anak perempuannya bisa seperti Kartini (Rania Putrisari), perempuan yang pintar dan bercita-cita tinggi. Ini juga salah satu cara Sawardi untuk bisa mendekatkan diri pada Kartini. Sawardi kemudian meminta Kartini untuk bisa menjadi guru bagi anaknya dan anak-anak lainnya di Jepara.

Peran Sawardi yang diharapkan bisa menghadirkan sub-plot menarik dalam kisah hidup Kartini sebagai pahlawan, ternyata hanya menjadi karakter fiktik yang tidak terlalu penting untuk ada. Ia hanya terlihat mengantar anaknya belajar pada Kartini hingga akhirnya Kartini dipinang oleh Bupati Rembang.

Padahal hubungan asmara antar Sawardi dan Kartini memiliki cerita yang menarik jika dikembangkan lebih jauh. Sudah ada dasar cerita yang kuat. Sawardi si rakyat jelata menyukai Kartini yang priayi, Sawardi si kikuk menyukai Kartini yang intelektual.

Film ini juga menggunakan metode framing dalam penceritaanya, diawali dengan adegan di sekolah modern dimana ibu guru ingin bercerita mengenai Kartini. Namun anak-anak di dalam kelas tersebut merasa bosan dengan cerita Kartini. Kemudian masuklah Pak Guru (Chicco Jerikho) yang menceritakan kisah tukang pos dengan Kartini. Murid-murid pun tertarik dengan cerita ini dan dimulailah kisah mengenai Sarwadi dan Kartini.

Pada akhirnya tidak ada kisah baru tentang Kartini yang dihadirkan dalam film ini. Kartini dalam film ini tetaplah seperti Kartini pada buku sejarah anak-anak dan juga Kartini di Wikipedia. Tokoh pengantar surat pun masih belum mampu ‘me-manusia-kan’ Kartini yang merupakan seorang pahlawan.

 

Our Score (6/10)

 

Judul                     : Surat Cinta Untuk Kartini
Produksi              : MNC Pictures
Produser             : Affandi Abdul Rahman (Eksekutif Prod.), Toha Essa, dan Rina Harahap
Sutradara            : Alzhar ‘Kinoi’ Lubis
Pemain                : Chicco Jerikho, Rania Putrisari, Ence Bagus, Doni Damara, dan Ayu Dyah Pasha

 


Oleh : Putu Radar Bahurekso
t : @puturadar | ig : putu.radar


Written By

Demon Lord (Editor-in-Chief) of Monster Journal.
Film critics, and pop-culture columnist.
A bachelor in International Relations, and Master's in Public Policy.
Working as a Consultant for Communications and Public Affairs.

(radarbahurekso@gmail.com)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

You May Also Like