Categories Essay Focus

Fanfiction, Kreativitas Penggemar dan Reimajinasi Budaya Pop

Setelah menamatkan sebuah serial atau film, penonton tentu memiliki perasaan dan pendapat yang berbeda, khususnya ketika menyoal kepuasan. Seorang penonton dapat bertepuk tangan di akhir cerita, tapi yang lain kadang-kadang berkomentar, “Andai saja aku penulisnya ….” Mereka mungkin bermimpi untuk membuat ulang cerita. Entah dengan akhir bahagia yang ideal bagi mereka, atau sebuah akhir yang tak pernah disangka-sangka. 

Kemudian, mimpi itu menjadi nyata hanya dengan goresan tinta atau derit mesin ketik. Sebuah karya baru dengan karakter dan latar belakang yang serupa diciptakan sebagai bentuk cinta, kritik, sekaligus imajinasi penonton yang liar terhadap dunia fiksi yang sudah tercipta. Tak hanya untuk konsumsi pribadi, nyatanya karya-karya buatan penggemar memiliki kesempatan untuk mendunia. Disebutlah ia dengan fanfiction yang selama satu dekade ini booming di platform X dan disebut sebagai Alternate Universe (AU). 

Mula Perjalanan Fanfiction

Fanfiction bukanlah fenomena yang baru naik daun, melainkan sudah lahir pada akhir abad ke-19. Seorang penggemar Alice in Wonderland berhasil menulis fanfiction dengan judul A New Alice In The Old Wonderland pada tahun 1895. Tak hanya sampai di situ, Anne Hudson dalam The History of Fanfiction mengungkapkan bahwa karya penulis kenamaan William Shakespeare yang bertajuk Romeo and Juliet (1597) rupanya adalah cerita ulang dari Tragical History of Romeus and Juliet (1562)

Perkembangan fanfiction terus terlihat sampai di tahun 1960-an ketika banyak penggemar Star Trek menerbitkan zine tentang petualangan Spock dan Kapten Kirk di dalamnya. Sejak saat itu, fanfiction Star Trek dianggap sebagai sejarah awal fanfiction di era modern. Lalu, dengan ajaib internet hadir di tengah-tengah penggemar. Akses yang mudah dan cepat membuat para penggemar tak dapat melewatkan satu fanfiction yang muncul di beranda sosial media mereka. 

Fanfiction kini ada di mana-mana. Dilansir dari mnulis.com, pada tahun 2000-an, beberapa platform bermunculan digunakan oleh penggemar untuk menulis fanfiction mereka. Platform-platform tersebut adalah LiveJournal, GeoCities, dan MySpace. Di abad ke-21, hadirnya platform digital seperti Archive of Our Own (AO3), Wattpad, Tumblr, hingga forum-forum seperti Reddit atau Discord, fanfiction tumbuh menjadi sebuah komunitas global yang aktif dan saling terhubung. 

Kelahiran fanfiction dimulai dari penilaian penonton atau penggemar yang dinilai kurang nendang. Ada akhir yang dinilai terlalu buru-buru, karakter perempuan yang kurang screentime padahal secara personal ia sangat kuat, hingga minimnya representasi tokoh dari latar belakang budaya yang beragam. Pada posisi inilah fanfiction hadir bukan sekadar sebagai medium pelarian, melainkan pula sebagai upaya perbaikan dari bawah—oleh dan untuk para penggemar. 

Fanfiction sebagai Gerakan Kreatif dan Inklusif Global

Source: The Atlantic

Melalui fanfiction, penggemar punya ruang untuk merekonstruksi cerita sesuai keinginan mereka. AU, misalnya, memungkinkan penggemar mengubah total latar dan genre cerita. Seperti, dunia sihir Harry Potter yang ditempatkan di latar cyberpunk atau karakter Naruto yang diubah menjadi seorang pembuat kue di Tokyo. Tak sedikit penggemar yang memutuskan untuk mengubah karakter favorit mereka sebagai tokoh queer, neurodivergent, atau bahkan berlatar budaya non-Barat, yakni hal-hal yang sering kali diabaikan dan tidak mendapatkan ruang di alur utama. 

Tak hanya menjadi ruang diskusi dan penyalur imajinasi. Dengan segala kebebasannya, fanfiction menciptakan dunia fiksi yang lebih inklusif, manusiawi, dan lebih dekat dengan pengalaman pembacanya. Di dalamnya, pembaca tidak hanya menjadi penikmat pasif, melainkan pencipta yang aktif. Cerita yang dianggap “tak selesai” dapat ditulis ulang, seperti memberikan sorotan pada karakter yang terlupakan. 

Melampaui lebih daripada itu, penulis fanfiction juga menyediakan ruang belajar bagi penulisnya. Banyak dari mereka yang belajar menulis melalui fanfiction. Mereka pun mendapatkan pembaca, komentar, dan dukungan dari sesama penggemar fanfiction. Tidak sedikit pula penulis fanfiction yang berakhir menjadi penulis profesional—menerbitkan novel, hingga menulis naskah film. Bisa dilihat dari Fifty Shades of Grey yang merupakan fanfiction dari film populer Twilight. Hingga kini, karya tersebut menjadi fenomena global. 

Bukan Sekadar Tulisan Penggemar Biasa

Di balik dinding popularitasnya yang meraja, fanfiction dihadapkan pada lika-liku tentang orisinalitas dan hak cipta. Walaupun sebagian besar fanfiction bersifat non-komersial dan dinaungi oleh semangat “fair use,” tidak sedikit karya fanfiction mendapatkan kritik atau bahkan teguran hukum dari pemilik intellectual property (IP). 

Situasi inilah yang menyebabkan fanfiction begitu menarik. Ia berada di persimpangan antara penghormatan terhadap karya asli dan kebebasan berekspresi yang kreatif. Para penulis fanfiction tak pikir panjang untuk menciptakan dunia alternatif, menonjolkan karakter minor, dan mengeksplorasi tema-tema lain yang tak disentuh karya aslinya. 

Meski demikian, batas antara inspirasi dan pelanggaran tetap menjadi wilayah abu-abu. Beberapa pemilik IP memandang fanfiction sebagai bentuk apresiasi yang sehat, bahkan mendorong penggemar untuk berkarya selama tidak bersifat komersial. Namun, ada juga yang menilai fanfiction sebagai ancaman terhadap integritas naratif atau potensi komersial dari karya asli mereka. Dalam kasus-kasus tertentu, penulis fanfiction bisa menerima permintaan penghapusan atau bahkan tuntutan hukum, meskipun jarang berlanjut hingga ke pengadilan.

Seiring waktu, perdebatan ini telah melahirkan berbagai pendekatan. Beberapa platform online, seperti Archive of Our Own (AO3), menyediakan ruang aman bagi penulis fanfiction dengan sistem perlindungan hukum yang lebih jelas dan kebijakan berbasis komunitas. AO3 bahkan memenangkan penghargaan Hugo Award pada tahun 2019, menandakan pengakuan dunia literasi terhadap kontribusi fanfiction dalam ekosistem sastra kontemporer.

Dengan segala tantangannya, fanfiction tetap menjadi bentuk ekspresi yang kuat dan inklusif. Ia memungkinkan siapa pun, tanpa latar belakang profesional atau izin resmi, untuk menjadi bagian dari proses naratif dan menciptakan versi dunia yang lebih dekat dengan identitas dan nilai-nilai mereka sendiri. 

Pada akhirnya, fanfiction menunjukkan bahwa budaya pop tidak pernah benar-benar selesai saat kredit terakhir bergulir. Cerita terus bergerak, tumbuh, dan bergema di tangan para penggemarnya. Mereka mencintai bukan hanya dengan cara mengoleksi, tetapi dengan mencipta. Fanfiction menjadi bukti bahwa dalam dunia digital yang partisipatif ini, siapa pun bisa ikut menentukan arah cerita—dan bahwa setiap pembaca bisa, sewaktu-waktu, menjadi penulis.

Written By

Petricia Putri Marricy

A Dullahan (Senior Writer) at Monster Journal.
A woman issue enthusiasts and a fan of Angelina Jolie and Keigo Higashino.
Currently a student at English Literature department and Head of LPM Hayamwuruk at FIB Undip.
(petriciamarricy@gmail.com)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

You May Also Like