Boy adalah salah satu tokoh pria populer dalam dunia perfilman Indonesia yang muncul pertama kali tahun 1987. Bisa dikatakan Boy adalah sosok pria populer pertama dalam perjalanan dunia hiburan Indonesia sebelum kita mengenal Rangga si pujangga dan juga Dilan si anak gengster.
Kepopuleran Boy membuat film Catatan Si Boy mendapat 4 sequel pada tahun 1988, 1989, 1990, dan 1991. Kemudian 2 kali remake pada tahun 2011 dan 2023. Bahkan mendapatkan juga 1 series di stasiun NET TV pada tahun 2016. Catatan si Boy Kembali dibuat pada tahun 2023 ini dan berupaya tampil lebih kekinian. Sayangnya, Catatan si Boy tampil mengecewakan.
Boy (Angga Yunanda) adalah seorang mahasiswa sekaligus ketua BEM di kampusnya. Boy memiliki pacar bernama Nuke (Syifa Hadju) namun hubungan mereka tidak direstui oleh papah dari Nuke (Lukman Sardi) yang kemudian mengirim Nuke untuk belajar ke Amerika. Saat sedang berjauhan, Boy sempat berkenalan dengan Vera (Alyssa Daguise) yang kemudian menjadi love interest sementara dari Boy.
Film Catatan Si Boy gagal hingga ke beberapa elemen paling fundamental dalam storytelling. Sebut saja diantaranya ada pembentukan karakter, plot cerita, dialog atau style bahasa, konflik, dan juga fase resolusi. Semua elemen tersebut tampak seperti berantakan atau bahkan tidak diatur dalam film ini.
Dalam urusan pembentukan karakter, tidak ada yang berkembang dari karakter-karakter di film ini. Boy yang diawal tidak jauh berbeda dengan Boy diakhir cerita. Boy hanya diceritakan sebagai pria tampan kaya raya dan setia. Hal tersebut diperlihatkan secara gamblang mulai dari rumah, mobil, pekerjaan ayah Boy (Dede Yusuf) hingga fangirls dari Boy. Penjelasan itu saja yang seolah menjustifikasi setiap perilaku Boy. Tidak ada accepted reasons dan pembangunan karakter dalam setiap aksi Boy.
Boy memaksa untuk bertemu Nuke, karena Boy setia dan cinta dengan Nuke. Tidak lebih dan tidak kurang. Secara kausalitas konsep ini masuk, tapi dari mana kita tahu Boy setia dan Cinta sama Nuke? Melalui dialog. Secara instan kita sebagai penonton tahu kalau Boy cinta dan setia. Tapi apa penonton menerima konsep Boy adalah pencinta yang setia? Acceptability membutuhkan lebih dari sekedar pernyataan-pernyataan deskriptif dalam dialog.
Hal lainnya yang kurang dari Boy adalah sub-plot Boy diluar percintaanya. Si Boy ini maunya apa? Mau dibentuk gimana? Pertanyaan-pertanyaan ini saja masih belum bisa terjawab. Sosok Boy seperti anak sok asik, sok sastra, dan sok kritis. Kenapa ‘sok’? karena semuanya tanggung. Sehingga Boy terasa seperti pemuda cringe.
Salah satu adegan diawal film ini adalah Boy berhasil mendebat dosennya saat ada ujian mendadak dengan argument klisenya. What the hell? Yang lebih lucu lagi, si Dosen diperlihatkan tidak bisa jawab debatan Boy yang ala kadarnya itu. Dosen macam apa itu? Ini contoh sebuah adegan yang berusaha ingin menunjukan bahwa Boy itu kritis. Sayangnya terlihat sangat artificial.
Kemudian cara Boy berbicara dengan gaya bahasanya. Ia seperti anak tanggung sok puitis. Setting film dengan pilihan style bahasanya tidak nyambung. Belum lagi Boy yang juga maksa untuk bisa berbicara dengan ayah Nuke untuk memperjuangkan cintanya. Tokoh Boy seolah dipaksa dibentuk untuk memiliki charm ala Korean drama male protagonist. Tapi sekali lagi, semuanya tampak dibuat-buat. Boy tampil lebih lemah bahkan dari tokoh-tokoh FTV yang pergi ke desa terus jatuh cinta.
Plot dan cerita film ini juga sulit dimengerti. Tanpa kita sadari tiba-tiba terjadi time skip, seperti setelah Boy ditinggal Nuke ke Amerika tiba-tiba ada ospek mahasiswa baru. Yang lebih sulit dimengerti lagi adalah dalam cerita penerimaan mahasiswa baru ada plot dance battle dadakan antara kakak kelas dan maba. What is it? A musical? No!
Film ini juga sulit memberi titik fokus gravitasi cerita sehingga film ini berjalan hambar. Tidak jelas apa masalah yang dihadapi Boy. Dia kesepiankah? Rindu Nuke kah? Atau sedih karena tidak disetujui kah? Karena salah paham orang tua kah? Gravitasi utama film ini tidak jelas berada dimana. Karena tidak jelas dimana, penyelesaian konlfiknya pun tidak jelas.
Berbagai masalah dihadapi Boy hingga akhirnya ia kembali bersama dengan Nuke. Namun tidak ada yang berubah dari Boy dan Nuke. Mereka berdua masih seperti Boy dan Nuke diawal cerita. Boy masih dengan rambut belahan 7:3 nya yang klimis dan tidak tambah panjang ataupun pendek.
Lalu apakah penonton akan menerima bahwa mereka adalah dua sosok yang bertumbuh dan berkembang selama film berjalan? Tentu tidak. Sekali lagi ini sangat memperlihatkan bahwa hubungan reasons dan acceptability serta hubungan kausalitas para tokohnya yang membentuk cerita film ini tidak berjalan baik.
Film Catatan si Boy melakukan banyak kesalahan hingga hal-hal paling dasar. Sehingga sulit untuk menganggap serius film ini. Konsep ‘show not tell’ sangat tidak berjalan dalam film ini, sehingga sulit untuk bisa menerima logika berjalananya film ini. Mulai dari tokoh si Boy, jalan cerita dan plotnya, style bahasa dan juga perkembangan karakter, semuanya terasa artificial… dan pastinya cringe.
Our Score (4.5/10)
Judul: Catatan si Boy
Produksi: MD Pictures, MVP Pictures, Dapur Films
Sutradara: Hanung Bramantyo
Penulis Cerita: Upi Avianto
Karya Original: Catatan si Boy
Pemeran: Angga Yunanda, Syifa Hadju, Alyssa Daguise, Lukman Sardi, Dede Yusuf