Categories Film Review

KKN di Desa Penari, Jumpscare Berantakan dan Alur yang Melompat

Setelah penundaan tayang selama dua tahun, KKN di Desa Penari yang sempat viral di microblogging platform twitter, akhirnya tayang di bioskop. Penundaan ini berbuah cukup manis dimana film ini berhasil meraup 100 ribu tiket pre-sale. Lebih dari itu hanya dengan 6 hari penayangan, film ini berhasil meraup 2 juta penonton.

Pada 2019 lalu, dunia maya dihebohkan dengan sebuah utas cerita horror yang dituliskan oleh SimpleMan di twitter. Sebuah hasil wawancara dia dengan seseorang yang mengalami kejadian mistis saat tengah melakukan KKN yang diduga berada di Kawasan timur Pulau Jawa.

Viralnya cerita ini kemudian berbuah pada sebuah adaptasi film yang memiliki biaya produksi sangat mahal untuk sebuah film horror, kurang lebih Rp 15 miliyar. Selain biayanya yang fantastis, satu-satunya yang unggul dari film ini juga adalah terbantunya dengan viral effect dari utas twitter buatan SimpleMan.

Courtesy of MD Pictures

KKN di Desa Penari bercerita tentang sekelompok mahasiswa yang sedang mencari tempat KKN untuk syarat kelulusan mereka. Dalam pencarian tempat KKN, mereka tiba disebuah desa yang cukup terpencil di Jawa Timur yang dimana awalnya mereka justru sempat mendapat penolakan sebelum akhirnya disetujui.

Bagian pertama dari film ini dimana para tokohnya sedang mencari tempat KKN berjalan sangat membosankan. Beberapa elemen misterius seolah ingin ditonjolkan seperti percakapan bisik-bisik dengan Kepala Desa, Pak Prabu (Kiki Narendra), atau tatapan ngawang dari Nur (Tissa Biani), dan juga elemen desain seperti gapura, sesajen, maupun kuburan.

Secara keseluruhan, cerita KKN di Desa Penari cukup mengecewakan. Film ini terasa seperti penyajian visual secara gamblang dari utas twitter. Tanpa ada perencanaan dan adaptasi dalam penuturan alur cerita yang membuatnya lebih rapih dan tampil selayaknya film komersil yang menarik.

Film ini tidak diadaptasi dengan detail yang baik sehingga beberapa ceritanya justru loncat-loncat, seperti sebagaimana kita membacanya di twitter. Tidak hanya loncat-loncat seperti pada sub-plot hubungan Bima (Achmad Megantara) dengan Badarwuhi (Aulia Sarah), dan sub-plot Bima bersama dengan Ayu (Aghniny Haque). Film ini juga terasa terburu-buru tanpa dibangun dibangun cerita dan karakternya terlebih dahulu sehingga jalan ceritanya tampak berjalan cepat.

Courtesy of MD Pictures

Banyak detail atau sub-plot cerita yang sebetulnya bisa dibuat untuk memperkuat keseluruhan cerita film ini mengingat ini adalah sebuah karya adaptasi. Satu hal yang terlihat baik adalah bagaimana upaya film ini ingin menyatukan sudut pandang dua tokoh utama perempuannya yakni Widya (Adinda Thomas) dan Ayu untuk menyajikan sebuah cerita yang utuh dari dua tokoh utama film ini.

Namun sayang, karena eksekusi yang kurang baik, penyatuan dua sudut pandang ini justru menjadi faktor yang membuat film ini terlihat melompat-lompat dan juga banyak adegan yang repetitif.

Berbicara tentang film horror, kita juga harus berbicara tentang bagian jumpscare-nya. Film ini juga memiliki penempatan jumpscare yang berantakan, disebar dimana-mana. Lebih parahnya lagi, horrornya sering kali anti klimaks. Musiknya doang yang kenceng, tapi gak ada yang muncul.

Elemen horror jumpscare dalam film ini tidak di bangun dengan baik, baik dari faktor nuansa horror, music, ataupun situasi si tokoh. Seolah tujuan jumpscare dalam film ini hanya untuk buat kaget. Sehingga efeknya, elemen horror dalam film ini jadi kurang nendang.

Kemudian salah satu yang membuat film ini juga tampil kurang baik juga adalah dalam bagian menjelang akhir film ini kita merasa seperti film azab. Si cowo menyesal atas kelakuannya yang diperbuat karena khilaf dan terpengaruh godaan jin. Si cowo pun nangis dan minta ampun, menyesali perbuatannya. Ayu, si cewe alim cuman bisa nyuruh Bima untuk tobat. Mati gaya.

Our Score (5/10)

Judul                    : KKN Di Desa Penari
Produksi              : MD Pictures
Sutradara            : Awi Suryadi
Penulis Cerita     : Lele Laila, Gerald Mamahit
Pemeran              : Tissan Biani, Adinda Thomas, Achmad Megantara, Aghniny Haque

Putu Radar Bahurekso
t : @puturadar | ig : putu.radar

Mail: radarbahurekso@gmail.com

Written By

Demon Lord (Editor-in-Chief) of Monster Journal.
Film critics, and pop-culture columnist.
A bachelor in International Relations, and Master's in Public Policy.
Working as a Consultant for Communications and Public Affairs.

(radarbahurekso@gmail.com)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
5 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
nimabi
11 months ago

Thank you very much for sharing, I learned a lot from your article. Very cool. Thanks. nimabi

binance tavsiye
binance tavsiye
9 months ago

Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks! https://www.binance.info/tr/join?ref=FIHEGIZ8

创建个人账户
创建个人账户
3 months ago

Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.

trackback
3 months ago

[…] on adapted into two popular films despite the negative critics received by the first film titled ‘KKN di Desa Penari’, and the second film titled ‘Badarawuhi di Desa Penari’ received a pretty good respond. The […]

trackback
20 days ago

[…] dekat dengan unsur hantu) bukan barang baru dalam budaya populer Indonesia. Sebagai contoh, film KKN di Desa Penari (2022) dan Badarawuhi di Desa Penari (2024), mengenalkan sosok Badarawuhi. Diperankan oleh Aulia […]

You May Also Like