“Sama-sama di Asia, sama-sama di timur, [dan] sama-sama demen eksploitasi anak,” tulis sebuah postingan dalam grup Facebook Penyepong Jepang.
Dalam postingan tersebut, seorang pengguna dengan nama akun Gustave Aznablemengungkapkan bagaimana perilaku eksploitasi anak yang dilakukan di Jepang dan Korea Selatan melalui industri budaya populer mereka. Menurutnya, meski terkenal sebagai negara yang damai dan maju, mereka tidak lepas dari kecacatan dan kelemahan.
Nada serupa dapat dilihat dalam postingan serupa di grup Penyefong Western (Menolak Degenerasi). Dalam postingan mengenai fat acceptance, seorang pengguna mengungkapkan kritik yang menyatakan bahwa hal tersebut berat sebelah dan hanya “merupakan kampanye kaum woke (liberal)”. Postingan tersebut ingin menyampaikan bahwa fat acceptance hanya berlaku bagi kaum wanita, sementara kaum pria gemuk seolah terpinggirkan dalam diskursus tersebut.
Apa persamaan kedua postingan tersebut? Setidak-tidaknya, terdapat satu persamaan dalam kedua postingan tersebut. Persamaan tersebut adalah bahwa pemujaan yang berlebihan terhadap suatu kebudayaan, atau dalam bahasa di internet disebut juga sebagai penyepong, bukan merupakan hal yang sehat. Melalui grup penyepong, mereka ingin menyampaikan kritik terhadap pemujaan berlebihan.
Bagaimana aktivitas beberapa grup penyepong di Facebook dalam mengolah serta memaknai peristiwa terkait dengan wilayah yang mereka kritisi? Lalu, bagaimana tanggapan warganet mengenai keberadaan mereka secara umum?
Fenomena grup penyepong dapat dikaitkan dengan istilah overproud. Menurut Atikah Nurmala dan Masduki Asbari dalam artikel Overproud: Fenomena Orang Indonesia Lebih Terobsesi dengan Hal Berbau Asing?, masyarakat yang overproud tercipta dari perasaan minder atau trauma pengalaman penjajahan pada masa silam. Terdapat semacam inferiority complex atau perasaan inferior dari orang asing yang mendorong orang Indonesia memuja bangsa asing.
Bisa dikatakan, keberadaan grup penyepong merupakan sikap menentang inferiority complex masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam sebuah postingan yang dibagikan Ajie Matahari dalam grup Penyefong Western (Menolak Degenerasi). Dalam postingan itu, ia mengkritik seorang pengguna YouTube yang lebih bangga untuk menjadi bangsa Amerika Serikat meski ia merupakan orang Indonesia.
Dalam postingan lain, seorang anggota grup dengan nama akun Dimitri Subaru mengungkapkan keresahannya terhadap fenomena femboy, atau lelaki yang menggunakan pakaian perempuan. Ia mengatakan bahwa pembiaran terhadap para femboy merupakan sebuah normalisasi, dan mengingatkan anggota grup lain bahwa “awal dari [bencana] dimulai dari bercanda.”
Pandangan anggota grup Penyefong Western (Menolak Degenerasi) juga serupa dengan grup Penyefong Jepang. Dalam meme yang dibagikan Simon Riley, ia menggambarkan sebuah realita kaum wibu yang mengagungkan apa pun berbau Jepang. Salah satu contoh yang ia tampilkan adalah pemujaan berlebihan terhadap ramen sebagai makanan terenak di dunia alih-laih rawon, yang dinobatkan sebagai makanan berkuah terbaik di dunia versi Taste Atlas.
Meme tersebut disepakati oleh anggota grup lainnya. Mengutip sebuah komentar oleh Ihsan, seorang anggota grup mengatakan bahwa rawon yang full rempah tak sebanding dengan mie rebus, nama bagi ramen. Komentar lain, kali ini oleh Ilham Pebrian, mengatakan bahwa ramen tak layak disebut sebagai makanan berkuah terbaik di dunia, karena ia tak ada bedanya dengan mi ayam.
Bagaimana tanggapan warganet Facebook merespon fenomena grup penyepong. Merujuk video humor yang dibagikan halaman Facebook Dikala anda Menonton Televisi 3.0, warga Facebook menyambut hangat keberadaan komunitas penyepong. Mereka memandang grup penyepong menjawab keresahan mereka terhadap fenomena overproud yang mulai mewabah generasi muda di Indonesia.
Baik sebagai sebuah komunitas dan sebagai fenomena, kehadiran grup penyepong menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa mereka masih memiliki perasaan minder melihat keberadaan bangsa asing. Mereka memposisikan kemajuan peradaban hanya terjadi di dunia Barat, terutama Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.
Sikap inferiority complex yang telah melekat dalam diri masyarakat Indonesia sebagai warisan kolonialisme perlu dikikis sedikit demi sedikit, dan keberadaan grup penyepong merupakan langkah kecil untuk mewujudkannya. Melalui sentuhan komedi, menyesuaikan dengan target pasar, mereka berusaha menyadarkan masyarakat, terlebih mereka yang melek internet, untuk tidak menjadi seorang penyepong.
menarik , disaat makin banyak orang yg overproud akan jepang & amerika , muncul antonimnya untung menyadarkan orang dari propaganda propaganda jepang & amerika