Categories Film Review

Review, Badarawuhi di Desa Penari (2024)

Setelah sempat viral pada platform microblogging Twitter (sekarang bernama X), cerita ‘KKN di Desa Penari’ diadaptasi kedalam bentuk film dan kemudian tayang pada tahun 2022. Tak butuh waktu lama, film ini langsung meraup banyak penonton.

Selama waktu penayangannya KKN di Desa Penari sudah berhasil menarik lebih dari 10 juta penonton dan menjadi film terlaris pada tahun 2022. Untuk sebuah film yang buruk dan kacau, KKN di Desa Penari berhasil mencatatkan hal positif dalam penjualan tiket.



Film ini menjadi sebuah contoh kecil bagaimana penjualan tiket film tidak berbanding lurus dengan kualitas film. KKN di Desa Penari adalah film dengan detail yang buruk sehingga plotnya justru loncat-loncat, seperti sebagaimana kita membacanya di twitter. Film ini juga terasa terburu-buru tanpa adanya waktu untuk melakukan built-up cerita secara baik dan benar.

Catatan positif KKN di Desa Penari dalam penjualan tiket, membuat MD Pictures mengambil langkah selayaknya MD Pictures. Kalau laku buat aja sekuelnya ngapain bikin cerita baru.

Hal ini sebelumnya sudah pernah dilakukan pada beberapa film MD Pictures seperti misalnya ‘Habibie & Ainun’, ‘Ayat-Ayat Cinta’, ‘Danur’, dan ‘Surga yang Tak Dirindukan’. Kumpulan film-film MD Pictures yang udah over-abused. Okelah dengan Danur karena bukunya banyak. Lah Habibie & Ainun? Ngapain dibikin Habibie & Ainun 2, dan Habibie & Ainun 3.

Kali ini giliran KKN di Desa Penari yang dibuatkan film keduanya dengan judul ‘Badarawuhi di Desa Penari’. Berbeda dengan franchise IP (intellectual property) film dari MD Pictures sebelumnya dimana sequelnya malah makin jelek dan cuman ngandelin hype doang.

Badarawuhi di Desa Penari

Hal yang paling menarik dari Badarawuhi di Desa Penari justru adalah film ini tampil jauh lebih baik dan lebih terstruktur ketimbang KKN di Desa Penari yang kacau banget.

Badarawuhi di Desa Penari mengambil setting sebagai prequel film KKN. Film ini bercerita tentang pengenalan lebih dalam terhadap sosok Badarawuhi yang menjadi ‘penunggu’ dari Desa Penari dan kenapa aktivitas menari dianggap sacral di desa tersebut.

Film ini dibuka dengan adegan menari pemilihan dawuh, namun tiba-tiba seorang sesepuh meminta salah seorang penari untuk lari pergi dari desa sambil membawa barang keramat milik Badarawuhi (Aulia Sarah). Setting waktu film kemudian berpindah ke 20-30 tahun kemudian dimana sekelompok pemuda berusaha mencari Desa Penari untuk mengembalikan gelang keramat milik Badarawuhi demi mengobati ibu dari Milla (Maudy Effrosina) yang tengah sakit.

Film ini memiliki premis cerita dan juga built-up yang rapih dan solid. Tiga orang pemuda pergi ke Desa Penari untuk memecahkan misteri barang keramat dan kesembuhan ibu Milla. Secara perlahan film ini memperkenalkan kita kepada sosok dan peran yang dimiliki oleh Badarawuhi dan juga hubungan antara Badarawuhi serta tradisi menari.

Hal ini memperlihatkan bahwa ‘Badarawuhi di Desa Penari’ memiliki premis dan built-up cerita yang jauh lebih rapih dan lebih solid ketimbang ‘KKN di Desa Penari’ yang hanya mengikuti storyline dari platform media social X. Tidak hanya itu, para aktor dalam film ini juga memiliki akting yang jauh lebih baik dari pada film KKN.

Trailer Badarawuhi di Desa Penari. Courtesy of MD Pictures

Salah satu kekurangan dalam film ini mungkin adalah pada bagian dialog yang kadang kali terasa artificial. Salah satu dialog dan adegan yang buruk dalam film ini adalah saat Milla dan Ratih (Claresta Taufan) menyerahkan aksesoris milik Badarawuhi dan kemudian lari pulang.

Dalam adegan tersebut Milla sempat bertanya tentang sosok yang mereka temui, lalu Ratih dengan ketakutan dan heboh menjawan “Dia itu Badarawuhi” dalam setting hujan-hujanan. Adegan yang seharusnya bisa menegangkan karena memberikan revelation kepada Milla, tapi malah dikemas datar dan mati gaya.

Namun terdapat juga sebuah adegan yang sangat layak dipuji. Yakni bagian dari ending dimana Milla tersesat di istana milik Badarawuhi dan ia bertemu banyak sosok penari. Bagaimana film ini membangun dan mendesain segala elemen dari ending film sangatlah menarik.

Mulai dari kostum yang menarik namun tetap mistis, istana Badarawuhi yang terlihat megah, namun tetap terasa mistis dan sangat terasa Indonesia-nya. Serta yang terbaik dari itu semua adalah perpaduan koreografi dan setting kamera yang mampu memperlihatkan berbagai gerak dan formasi para penari. Two thumbs up. A masterpiece.

Ketimbang horror jump-scare, Badarawuhi di Desa Penari lebih cocok disebut film horror folklore. Ketimbang mengumbar adegan kaget acak-acakan dan asal-asalan ala kebanyakan film horror, film ini lebih focus dalam mengulik tentang kisah sebuah sosok beserta berbagai balutan budaya dan simbolisme yang melekat disekitarnya.

Pendekatan seperti inilah yang justru membuat penonton akan semakin memahami Badarawuhi secara personal. Dan mungkin pendekatan inilah yang perlu dieksplorasi dalam film horror di Indonesia agar horror menjadi semakin kaya, semakin dalam, dan tidak monoton.

Our Score (7/10)

Judul: Badarawuhi di Desa Penari
Produksi: MD Pictures
Sutradara: Kimo Stamboel
Cerita: Lele Laila
Pemeran: Aulia Sarah, Maudy Effrosina, Claresta Taufan, Jourdy Pranata, Ardit Erwandha, Iqbal Sulaiman

Written By

Editor-in-Chief of Monster Journal.
Film critics, and pop-culture columnist.
A bachelor in International Relations, and Master's in Public Policy.
Working as a Consultant for Communications and Public Affairs.

(radarbahurekso@gmail.com)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

You May Also Like