Categories Film Review

Review, Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021)

Perkelahian dan kemaluan menjadi dua hal yang menggambarkan citra kejantanan seorang laki-laki terlebih di tahun 80an saat pilihan hidup dan juga tempat menyalurkan minat dan bakat belum bervariasi seperti sekarang. Dalam penyaluran hasrat yang terbatas, perkelahian adalah simbolisme dari kejantanan.

Ini bukanlah hal baru, kita bisa melihat hal yang sama dari film-film yang berkembang tahun 80an dan 90an awal. Lihat misalnnya Satria Bergitar (1984) yang memiliki unsur perkelahian, kekuasaan, ditambah unsur agama. Lalu Catatan si Boy (1987) yang memperlihatkan bahwa Boy yang dikagumi banyak wanita ini adalah pemuda yang pandai berkelahi. Ada juga Dilan 1990 (2018) dan Dilan 1991 (2019) yang berlatar belakang tahun 1990 dan 1991, sebuah film drama romantis dimana Dilan si pemeran utama juga pandai berkelahi dan anggota geng motor.

Contoh-contoh tersebut memperlihatkan bahwa perkelahian sebagai lambang maskulinitas merupakan sebuah realita yang tidak terhindarkan pada jaman tersebut. Realita adalah realita, bukan toksik ataupun semacamnya. Begitulah 80an dengan segala karakteristiknya. Karakteristik tersebut digunakan dengan maksimal dalam film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya sutradara Edwin.

Tidak hanya perkelahian, namun kemaluan juga digunakan sebagai alegori keperkasaan dalam film ini. Dalam premis tersebutlah film ini berangkat dan berjalan. Ajo Kawir (Marthino Lio) adalah seorang jagoan, tukang berkelahi. Tapi burungnya tidak bisa berdiri. Kondisi burungnya tersebut kerap kali menjadi bahan ejekan bagi beberapa orang disekitarnya.

Courtesy of Palari FIlms

Suatu ketika, saat Ajo Kawir sedang dalam misi untuk menghabisi seorang pengusaha, ia berhadapan dengan Iteung (Ladya Cheryl) yang menjadi bodyguard si pengusaha incaran Ajo Kawir. Pertarungan mereka berakhir tipis, lalu kemudian Ajo dan Iteung mulai terpikat satu sama lain.

Ajo dan Iteung saling cinta, tapi sayangnya Ajo tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis Iteung. Iteung yang mengetahui masa lalu Ajo Kawir kemudian meminta tolong pada Budi (Reza Rahadian) untuk mencari dua orang oknum polisi yang menyebabkan Ajo Kawir impoten. Namun dalam perjalanannya, Iteung ternyata berselingkuh hingga memiliki anak bersama dengan Budi.

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas memiliki premis yang kuat dan unsur yang menarik. Setting 80an dimaksimalkan dengan betul hingga kita dapat menemukan beberapa dialog dan adegan yang menyinggung kekuasaan Orde Baru saat itu. Sebut saja pembicaraan terkait petrus, lalu oknum polisi yang menyebabkan impotensi Ajo Kawir, dan juga Paman Gembul sebagai pensiunan jendral yang membayar orang untuk menyingkirkan orang yang tidak disukainya.

Kuatnya premis dalam film ini dan juga berbagai unsur yang menarik tidak diimbangi dengan eksekusi yang apik. Banyak keabsurdan yang ada dalam film ini, seolah ingin mengalihwahanakan banyak elemen dari novel aslinya karangan Eka Kurniawan kedalam film bedurasi kurang dari 2 jam.

Courtesy of Palari Films

Dalam eksekusi filmnya, banyak hal yang cukup absurd. Serta buruknya efek CG (computer graphic) saat adegan perkelahian, terlebih adegan perkelahian Ajo Kawir melawan Iteung, dimana mereka sempat terjun dari alat berat pengangkat batu. Mungkin CG tersebut baik dan wajar jika ini memang benar tahun 80an. Kenapa tidak melakukan adegan aksi yang wajar saja dengan minim CG? Tidak ada urgency dalam memberikan efek jatuh di adegan aksi tersebut.

Ladya Cheryl pun gagal meyakinkan bahwa ia adalah jagoan perempuan. Adegan aksi yang diperagakan Iteung tidaklah berkesan, dan terlihat banyak tersenyum saat sedang berkelahi. Lalu, bagaimana bisa seorang wanita bernama Iteung dan pria Bernama Ajo Kawir dari Bojongsoang tahun 80an, bisa berbicara Bahasa Indonesia selancar dan sekaku itu?

Selain itu juga unsur mistis yang diselipkan dalam film ini terlihat sangat random. Kenapa tiba-tiba ada hantu? Kenapa hantu nya juga ngincer Paman Gembul? Pake baju ninja lagi! Apakah ini memang sengaja ditujukan untuk memang memberikan ruang lebih pada elemen absurditas pada film ini?

Jikalau memang demikian kenapa harus absurd? Film kelas festival tidaklah harus absurd. Absurditas bukan juga menjadi elemen kontra dari standar film drama tiga babak. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas memang perlu diakui memiliki premis dan unsur yang kuat. Tapi tidak dengan eksekusinya yang abai dan cukup serampangan terhadap detail, namun masih cukup menghibur dan bisa dinikmati untuk ditonton.

Our Score (5.5/10)

Judul                     : Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Produksi              : Palari Films
Sutradara            : Edwin
Penulis Cerita     : Edwin, Eka Kurniawan
Sumber                : Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Novel oleh Eka Kurniawan)
Pemeran              : Marthino Lio, Ladya Cheryl, Reza Rahadian


Putu Radar Bahurekso
t : @puturadar | ig : putu.radar


Written By

Demon Lord (Editor-in-Chief) of Monster Journal.
Film critics, and pop-culture columnist.
A bachelor in International Relations, and Master's in Public Policy.
Working as a Consultant for Communications and Public Affairs.

(radarbahurekso@gmail.com)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
3 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
nimabi
1 year ago

Thank you very much for sharing, I learned a lot from your article. Very cool. Thanks. nimabi

nimabi
1 year ago

Thank you very much for sharing, I learned a lot from your article. Very cool. Thanks. nimabi

Utwórz konto osobiste
Utwórz konto osobiste
10 months ago

I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article. https://www.binance.info/pl/join?ref=P9L9FQKY

You May Also Like