Categories Social

Mengajak Masyarakat untuk Berpikir Rasional Melalui “Pesulap Merah”

“[G]olongan DUKUN atau BALIAN … seharusnya juga harus mengikuti pelajaran-pelajaran pedukunan yang sudah diteliti dan dibakukan, menurut kaidah-kaidah yang tertentu, menurut Rontal-rontal dan telah lulus ujian Surat Idzin DUKUN dan surat idzin praktek Dukun.” – R. M. Moerdowo, 1984

Bagi masyarakat Indonesia, mendengar, mengetahui, atau bahkan menjalani pengobatan alternatif yang menggunakan perantara dukun merupakan hal yang lazim terjadi. Mulai dari sakit panas yang berkepanjangan, depresi, hingga penyakit yang sulit dijelaskan oleh nalar rasional, dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat mengenai ilmu hitam (black magic). Dalam majalah “SARAD” Edisi April 2004 (No. 48) yang khusus membahas mengenai keberadaan balian atau dukun dalam bahasa Bali, mengatakan bahwa orang Bali yang sedang menderita suatu penyakit harus siap berhadapan dengan permasalahan yang bersifat non-medis, siap menerima berbagai kisah takhayul tentang penyakit yang mereka derita.

IBG Pujaastawa, dalam tulisan berjudul “Etnomedisin” yang terbit sebagai pendamping dalam edisi majalah tersebut, mengatakan bahwa meskipun masyarakat Bali telah terpapar modernisasi, kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal supranatural masih tetap tinggi. Opini Pujaastawa diperkuat dengan artikel Anggraini Antemas, yang mengatakan bahwa orang intelek, baik di Indonesia maupun di luar negeri, masih memiliki kepercayaan terhadap sosok dukun (“Orang Intelek pun Masih Banyak Percaya Dukun”, Nusa Tenggara, 20 Desember 1982). Menurutnya, salah satu alasan mengapa banyak masyarakat Indoneia yang masih terjebak dengan pesona dukun adalah karena faktor pendidikan serta literasi dan tingkat hidup sosial yang masih di bawah garis kemiskinan.

Ilustrasi dukun, courtesy of Viva

Kepercayaan masyarakat Indonesia yang demikian kemudian mendorong Marcel Radhival, yang dikenal publik saat ini sebagai “Pesulap Merah”, membongkar berbagai modus operandi yang biasa dilakukan para dukun atau mereka yang mengklaim diri memiliki kesaktian. Melalui kanal YouTube dengan nama “Marcel Radhival”, ia mengunggah trik yang dilakukan mereka dan menyebut konten yang ia unggah sebagai “ilmu merah”, ilmu yang menekankan rasionalitas dalam melihat berbagai hal yang bersifat supranatural.

Dalam video yang pernah ia unggah, ia mendatangi padepokan “Nut Dzat Sejati” di Blitar untuk membuktikan klaim kesaktian yang dimiliki Gus Samsudin Jadad, pemilik padepokan tersebut. Dalam video tersebut, ia bersitegang dengan pengacara Gus Samsudin serta kepala desa desa, dan usaha untuk membuktikan kesaktian pemilik padepokan berakhir kegagalan.

Aksi tersebut berbuah pelaporan polisi yang dilayangkan Gus Samsudin atas dugaan pencemaran nama baik, serta perwakilan Persatuan Dukun Indonesia yang berpendapat bahwa konten Radhival membuat mereka sepi pelanggan.

Marcel Radhival atau Pesulap Merah (kiri) dengan Gus Samsudin Jabad (kanan), courtesy of Detik

Radhival, melalui “ilmu merah”, menyajikan kepada penonton bahwa segala tindakan yang dilakukan para dukun dalam mengobati pasien mereka hanyalah trik semata. Berbagai cara mengobati pasien yang biasa mereka lakukan dan menunjukkan kesaktian mereka, seperti mampu menggerakan benda tanpa disentuh, mampu membakar selembar tisu tanpa tersentuh api, dan memiliki berbagai benda yang dipercaya memiliki kekuatan gaib, ia ungkap sebagai palsu dan penipuan publik.

Melalui “ilmu merah”, ia menyampaikan sebuah pesan yang jelas kepada publik, yakni masyarakat menggunakan akal rasional mereka dan tidak mempercayai para cenayang dan dukun. Masyarakat diharapkan untuk berpikir layaknya seorang skeptis, tidak langsung menelan begitu saja segala keajaiban yang mereka lihat, dengar, dan alami. Mengenai keberadaan para dukun yang membuka praktek pengobatan, mereka diharapkan menggunakan nalar mereka, mencoba menemukan landasan dan dasar berpikir dari setiap metode pengobatan yang dipraktekannya.

Seperti yang diungkapkan R. M. Moerdowo, seorang kardiologis yang menulis tulisan bersambung berjudul “Dokter, Balian dan Masyarakat” dalam harian Bali Post sepanjang akhir November 1984, masyarakat Indonesia diharapkan melakukan penyelidikan terhadap berbagai praktek perdukunan yang ada di sekitar mereka.

James Randi (1928 – 2020), tokoh skeptis yang aktif membongkar klaim supranatural yang tak didukung dengan dasar keilmuan yang kuat, courtesy of Tirto

Apa yang dilakukan Pesulap Merah ini mengingatkan kita kepada James Randi, seorang skeptis yang berhasil membongkar kesaktian James Hydrick, yang mengklaim diri mampu melakukan telekinesis (menggerakan benda tanpa sentuhan). Dalam tayangan televisi That’s My Line pada 1981, Hydrick mencoba membuktikan klaim tersebut di hadapan publik secara langsung. Dalam tayangan tersebut, Hydrick gagal membalikkan halaman buku setelah Randi menyebarkan kepingan plastik di sekitar buku tersebut. Kegagalan Hydrick berbuntut kehilangan kepercayaan publik terhadap klaim kesaktiannya, dan membuat hidupnya hancur.

Randi dan Radhival memiliki satu kesamaan, yakni berusaha mengajak masyarakat untuk berpikir skeptis melalui pembuktian terhadap berbagai klaim ilmu semu (pseudoscience). Bisa dikatakan, ilmu semu masih digemari oleh masyarakat Indonesia. Kisah mengenai makhluk halus, pengalaman yang bersifat supranatural, hingga produk yang diyakini mampu menjadi pengganti obat medis atau naturopati, masih mendapat tempat dalam mentalitas masyarakat Indonesia.

Saya ingat, ketika menunggu motor yang sedang diperbaiki di bengkel, mendengarkan sebuah iklan yang disiarkan melalui radio terhadap sebuah pengobatan alternatif yang mengklaim diri mampu mengobati berbagai jenis kanker. Dalam benak terlintas sebuah pikiran, jika memang benar pengobatan yang ia lakukan mampu mengobati kanker, ia berhasil mengalahkan berbagai riset mengenai pengobatan kanker secara saintifik selama ini. Meski terdengar tidak masuk akal, melihat bagaimana pengobatan tersebut dipromosikan, bisa saya duga bahwa jasa pengobatan tersebut ramai didatangi masyarakat.

Berbagai rempah dan tanaman sebagai bahan utama dalam pembuatan jamu dalam pengobatan alternatif, courtesy of Komunitas Taufan

Tindakan Radhival, bisa dikatakan, merupakan salah satu usaha untuk mengajak masyarakat menggunakan rasionalitas mereka ketika menghadapi segala sesuatu dalam hidupnya. Masyarakat diminta untuk mengutamakan akal mereka, terutama jika menemukan klaim yang ditampilkan berlebihan dan bombastis. Diharapkan, masyarakat bisa terhindar dari penipuan, selamat dari segala malapetaka yang dapat mereka derita.

Satu hal yang dapat kita lihat mengenai Pesulap Merah melalui “ilmu merah” yang ia kedepankan, bahwa masyarakat Indonesia wajib membudayakan rasionalitas dalam menghadapi berbagai tantangan. Berbagai kelompok masyarakat, dengan dasar religius atau ideologi, beramai-ramai menentang usaha tersebut. Mereka menyuarakan propaganda agar masyarakat menghindari rasionalitas, yang dipandang sebagai musuh yang dapat membunuh iman dan kepercayaan turun-temurun masyarakat. Mereka melarang siapapun yang berusaha mempertanyakan mitos yang diwarisi masyarakat, menganggap mereka sebagai lawan yang layak diperangi.

Sekumpulan anak sedang membaca, courtesy of Negeri Laskar Pelangi

Kondisi di atas diperparah dengan penguasaan literasi yang rendah dalam masyarakat Indonesia. Menurut studi yang dirilis Programme for International Student Assessment pada 2019, siswa berusia 15 tahun di Indonesia memiliki nilai 371 dalam bidang membaca, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 487. Hanya 30% dari siswa usia sekolah di Indonesia yang mampu memahami ide pokok dalam naskah yang panjang dan memiliki kemampuan untuk memahami bacaan tersebut secara eksplisit.

Fenomena Pesulap Merah menjadi salah satu contoh bahwa perjalanan masyarakat Indonesia untuk menjadi masyarakat yang mampu berpikir secara rasional masih menghadapi jalan yang terjal. Perjalanan ini menjadi semakin berat jika peningkatan literasi tidak diberdayakan, baik kepada anak cucu mereka maupun kepada diri mereka sendiri. Literasi menjadi hal yang penting untuk dibudayakan jika negara-bangsa Indonesia ingin menjadi bangsa yang mampu berpikir dengan akal sehat terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi.

Putu Prima Cahyadi
Facebook : Prima Cahyadi
Email : prima.cahyadi.p@mail.ugm.ac.id

Written By

Lich King (Editor) at Monster Journal.
Mostly writing about social and culture.
Also managing a site and community related to history.
Used to work as a journalist. Now working as a history teacher.

(prima.cahyadi.p@mail.ugm.ac.id)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
gate.io kullanımı
1 year ago

I am a student of BAK College. The recent paper competition gave me a lot of headaches, and I checked a lot of information. Finally, after reading your article, it suddenly dawned on me that I can still have such an idea. grateful. But I still have some questions, hope you can help me.

b^onus de registro na binance
b^onus de registro na binance
8 months ago

Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.

You May Also Like