Categories Social

Fenomena Joget Sadbor, Tidak Hanya Soal Mengemis dan Judi Online

Sang penghibur akhirnya bebas dari tahanan. Setelah dituduh mempromosikan judi online (judol) melalui konten video TikTok, Gunawan Sadbor dibebaskan oleh Polres Sukabumi sejak 8 November 2024. Mengutip pemberitaan Suara.com, kepolisian telah menangguhkan penahanan Gunawan.

Setelah bebas, Gunawan Sadbor kembali berjoget ria di TikTok. Melansir pemberitaan Metro TV News, Desa Bojongkembar, Kabupaten Sukabumi, kembali berdendang. Desa yang kini dikenal sebagai Kampung Sadbor tersebut kembali memainkan irama musik dan tarian khas Joget Sadbor.

Gunawan Sadbor bersama rekannya, Toed, melakukan Joget Sadbor di dalam penjara, menghibur tahanan lainnya, courtesy of Jabar Ekspres

Joget Sadbor, yang populer sejak Oktober 2024 lalu, menjadi pemberitaan hangat di kalangan warganet Indonesia. Tarian yang dilakukan warga Desa Bojongkembar, dengan komando Gunawan Sadbor, berhasil membius atensi warganet, terutama TikTok. Mereka mulai menonton, menyebarkan, bahkan memberikan sawer kepada Gunawan dan warga Desa Bojongkembar.

Fenomena Joget Sadbor, sebagai sebuah produk kreatif dan produk budaya, menarik untuk diikuti. Bagaimana fenomena ini dipahami sebagai sebuah produk kreatif dan produk budaya?

Berawal dari Joget Seorang Gunawan

Kisah Joget Sadbor dimulai dari sosok Gunawan, sang penciptanya. Mengutip artikel yang diterbitkan tempo.co, Gunawan merupakan seorang pria yang pada mulanya berprofesi sebagai penjahit keliling di Jakarta. Sembari berkeliling, Gunawan kerap melakukan siaran langsung di akun TikTok pribadinya.

Gunawan, pelopor Joget Sadbor, saat diwawancarai sebuah media, courtesy of Radar Tuban

Menyadari potensi pendapatan yang diberikan TikTok, Gunawan mulai berjoget-joget untuk menarik perhatian pengguna aplikasi tersebut. Keputusan Gunawan membuahkan hasil. Penonton menyukai penampilannya di TikTok. Mengutip artikel yang sama, hal tersebut membuat Gunawan memutuskan untuk menunda pekerjaannya sebagai penjahit dan fokus dengan dunia pembuatan konten di TikTok.

Kembali ke Sukabumi, Gunawan melanjutkan aktivitasnya membuat konten joget di TikTok. Menurut artikel yang diterbitkan Suara.com, pada mulanya Gunawan hanya mendapatkan penghasilan puluhan ribu rupiah sekali live.

Namun, upaya Gunawan untuk berjoget, yang pada mulanya dikenal sebagai joget ayam, menarik minat orang-orang di sekitarnya. Mereka tertarik untuk ikut live, mendapatkan penghasilan melalui TikTok. Seiring berjalannya waktu, mengutip Suara.com, sekitar 300 orang terlibat dalam pembuatan konten joget, yang kemudian dikenal sebagai Joget Sadbor.

Joget Sadbor Bukanlah Tindakan Mengemis

Meski kisah Gunawan dan Joget Sadbor merupakan sebuah perjalanan meniti karir yang panjang, beberapa kalangan menuduh dirinya sebagai pengemis.

Seperti yang diungkapkan Heryadi Silvianto dalam artikel Gunawan ‘Sadbor’ TikTok dan Fenomena Mengemis Online Masyarakat Kita, sama seperti fenomena mandi lumpur yang sempat viral pada 2023 lalu, Joget Sadbor adalah wujud tren mengemis online serta konten yang dieksploitasi. Lebih lanjut, Heryadi menyatakan bahwa joget tersebut merupakan penggambaran masyarakat yang mulai mengemis secara online dan melakukan eksploitasi ekonomi yang kurang etis.

Gunawan saat menjadi pemimpin warga desa Bojongkembar sedang melakukan Joget Sadbor, courtesy of Suara.com

Apa benar demikian? Satu hal yang tidak diungkapkan Heryadi, adalah orientasi masyarakat menggunakan media sosial dewasa ini tidak sama seperti ini. Pada masa awal kemunculannya, media sosial menjadi sarana bagi seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Namun, seiring dengan tren monetisasi dalam berbagai platform media sosial, orientasinya telah berubah menjadi profit-oriented.

Dalam platform media sosial TikTok, misalkan, kebijakan monetisasi yang tersedia memungkinkan pengguna TikTok untuk mendapatkan keuntungan dari konten yang mereka buat. Melalui konten yang diproduksi, mereka menjelma menjadi seorang pembuat konten (content creator).

Sebagai seorang pembuat konten, menampilkan identitas/nilai khas adalah kunci untuk meraih keuntungan maksimal. Dalam kasus Joget Sadbor, aksi joget yang dilakukan Gunawan dan warga desa Bojongkembar secara beramai-ramai dengan irama musik yang khas, menjadi sebuah pembeda dibandingkan konten joget sejenis di TikTok.

Gunawan saat memimpin warga desa Bojongkembar untuk melakukan Joget Sadbor. Sebagai sebuah produk kreatif industri pembuatan konten, Joget Sadbor bukanlah tindakan mengemis, courtesy of Radar Kediri

Dengan orientasi penggunaan media sosial yang cenderung profit-oriented, yang mendorong tumbuhnya para pembuat konten, Joget Sadbor merupakan sebuah produk hasil kreasi industri pembuatan konten, bukan kegiatan mengemis online.

Ketika Joget Sadbor Terjebak Judi Online

Popularitas Joget Sadbor mengundang promotor judi online (judol) untuk mengirimkan gift kepada Gunawan. Hal tersebut membuat Gunawan harus berurusan dengan hukum, ditangkap Polres Sukabumi pada awal November 2024 lalu.

Penangkapan Gunawan Sadbor atas tuduhan mempromosikan judol mengundang sejumlah pertanyaan. Banyak pihak beranggapan bahwa polisi cenderung tebang pilih dalam proses ini. Seperti yang diungkapkan sebuah artikel dalam BBC Indonesia, penangkapan Gunawan Sadbor dianggap hanya gimik untuk memoles citra pemerintahan Indonesia yang baru.

Gunawan saat dihadirkan dalam jumpa pers Polres Sukabumi karena diduga mempromosikan judi online (judol), courtesy of detikNews – detikcom

Ketika Gunawan Sadbor ditangkap dan diproses begitu cepat, sekelompok artis yang dengan terang-terangan mempromosikan judol tidak pernah diproses hukum. Mengutip pemberitaan Kompas.com, beberapa artis, seperti Nikita Mirzani, Sule, dan Vicky Prasetyo, dapat hidup bebas, meski pernah mempromosikan judol melalui akun media sosial mereka.

Sikap tebang pilih polisi terhadap Gunawan Sadbor mendorong warganet bersuara lantang. Mereka, yang menganggap Gunawan hanya sebagai tumbal dalam kasus judol, meminta polisi untuk menindak para artis yang telah mempromosikan judol, tetapi tidak diproses secara hukum hingga kini.

Kisah penangkapan Gunawan Sadbor, selain mengundang kritik dan pertanyaan, juga menegaskan sikap kepolisian yang masih cenderung tebang pilih dalam pemberantasan judol. Mereka lebih berfokus untuk menangkapi sekumpulan ikan teri, dan mengabaikan ratusan ikan paus yang masih berkeliaran bebas dan aktif mempromosikan judol di Indonesia.

Dapat dikatakan, Joget Sadbor tidak hanya soal mengemis online atau promosi judol. Lebih dari itu, Joget Sadbor, yang diciptakan oleh Gunawan, menjadi sebuah produk dalam industri pembuatan konten di media sosial. Joget Sadbor juga menjadi wujud sikap tebang pilih kepolisian terkait pemberantasan judol, yang hanya cenderung menangkap Gunawan selaku ikan teri alih-alih para artis yang merupakan ikan paus dalam bisnis haram ini.

Written By

Lich King (Editor) at Monster Journal.
Mostly writing about social and culture.
Also managing a site and community related to history.
Used to work as a journalist. Now working as a history teacher.

(prima.cahyadi.p@mail.ugm.ac.id)

More From Author

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

You May Also Like