Home » Waktu Maghrib, Film Horror Template dengan Premis yang Lemah

Waktu Maghrib, Film Horror Template dengan Premis yang Lemah

Belakangan film horror tanah air kembali ramai bermunculan di layar lebar terlebih menjelang bulan Ramadhan yang akan jatuh pada bulan Maret 2023 nanti. Salah satu yang ikut meramaikan penayangan horror Indonesia adalah film berjudul Waktu Maghrib. Film yang dari judulnya lebih cocok jadi film hidayah ketimbang film horror.

Waktu Maghrib bercerita tentang dua anak remaja yakni Adi (Ali Fikhri) dan Saman (Bima Sena) yang sering terlambat datang ke sekolah sehingga selalu dimarahi oleh guru wali mereka yang bernama Bu Woro (Aulia Sarah). Suatu ketika, Adi dan Saman saking kesalnya kemudian menyumpahi Bu Woro dan semenjak itu cerita terror horror dalam film ini dimulai.

Film ini mengangkat premis dari mitologi atau kata-kata populer orang tua jaman dulu di Indonesia terlebih ketika era IT belum begitu berkembang. Beberapa dekade kebalakang, orang tua kita sering memperingatkan kalau main diluar harus sudah pulang sebelum maghrib, kalau tidak nanti bakal diculik hantu.

Waktu Maghrib. Courtesy of Rapi Films

Berdasarkan premis dari mitologi tersebutlah film Waktu Maghrib dibuka. Pada scene pembuka kita melihat tiga orang anak-anak yang masih bermain di hutan hingga maghrib. Ketika diajak pulang oleh salah seorang kawan, mereka masih tetap ingin bermain. Kemudian terjadilah petaka terhadap anak-anak tersebut.

Bisa dibilang bahwa film ini dibuka dengan cukup intens juga dengan premis yang jelas dan relateable karena bisa diterima oleh masyarakat umum. Namun sayang, tidak ada yang spesial dalam bagaimana cerita film ini dibangun, meskipun tidak bisa dikatakan buruk juga. Film ini masih terjebak dalam ploting horror yang sangat standar. Sekelompok orang bandel tidak taat aturan yang kemudian menjadi sasaran teror si hantu.

Tidak ada yang salah memang dengan template ini, tapi tampaknya sudah terlalu banyak film horror dengan template story development seperti ini. Sudah saatnya premis-premis dasar film horror mulai berkembang tentang kenapa si hantu muncul dan menyebar teror. Tidak lagi sekedar berangkat dari anak nakal iseng.

Premis ini lama-lama bikin kita berpikir bahwa hantu-hantu ini masih kudet dan punya mental boomer yang gila hormat. Kalo gak dihormatin marah, macam beberapa orang tua yang kita temui kalo kumpul keluarga besar.

Waktu Maghrib. Courtesy of Rapi Films

Setalah scene pembuka, film ini langsung timeskip ke masa 30 tahun kemudian dan masih di desa yang sama. Film ini kemudian mulai perlahan masuk kedalam bagian konflik cerita. Terror hantu kembali muncul setelah 30 tahun. Kenapa mesti nunggu 30 tahun? Tidak tahu, tidak dijelaskan.

Disinilah salah satu kelemahan mendasar film ini, dimana tidak jelasnya premis-premis yang membangun cerita untuk para penonton mampu memahami hubungan sebab akibat yang terjadi. Kenapa 30 tahun? Kenapa tiba-tiba sumpah serapah dari Adi dan Saman menjadi nyata? Kenapa si hantunya ke desa yang sama? Premis film ini sangat lemah untuk kita mengerti prosesnya.

Dalam urusan jumpscare juga terasa tanggung. Sama seperti judulnya, Waktu Maghrib, film ini juga menyajikan jumpscare ketika latar waktu dalam film sudah mau menunjukan atau melewati waktu maghrib. Secara proses memang ada tahap build-up nya tapi justru jadi terlihat repetitif.

Secara kesuluruhan, Waktu Maghrib adalah film horror dengan ekeskusi yang tanggung dan premis yang lemah dan gak jelas. Story development sangat template dan terasa sama dengan banyak film horror lainnya.

 

Our Score (5/10)

 

Judul: Waktu Maghrib
Produksi: Rapi Films, Sky Media
Sutradara: Sidharta Tata
Cerita: Agasyah Karim, Khalid Kasogi, Bayu Kurnia, Sidharta Tata
Pemeran: Ali Fikry, Bima Sena, Nafiza Fatia, Aulia Sarah

 

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
UP!
Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial
RSS
Pinterest
Pinterest
fb-share-icon
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x