Penghitaman karakter (blackwashing) tidak hanya terjadi dalam film-film Hollywood, seperti The Little Mermaid atau Snow White saja. Ia juga terjadi dalam dunia animanga.
Contoh termudah untuk melihat fenomena ini adalah dalam Genshin Impact. Beberapa seniman (artist) di platform media sosial X “memperbaiki” splash art karakter-karakter terbaru dalam gim tersebut, membuatnya menjadi berkulit hitam. Mereka mereka, blackwashing karakter-karakter berkulit putih tidak menimbulkan masalah, karena merupakan wujud representasi.
Namun, banyak pemain Genshin Impact yang mengeluhkan tindakan para artist di X tersebut. Dalam sebuah postingan di HoYoLAB, ia menyatakan bahwa melakukan blackwashing atas karakter berkulit hitam adalah “tindakan yang tidak masuk akal.” Bahkan, baginya, hal tersebut merupakan sebuah perbuatan yang keliru, karena menghilangkan identitas etnis karakter Genshin yang dihitamkan tersebut.

Di balik polemik penghitaman karakter (blackwashing) tersebut, para artist dan komunitas di Indonesia juga melakukan tindakan serupa dengan para artist Barat di X. Tetapi, mereka memiliki tujuan yang berbeda dalam menghitamkan sebuah karakter animanga. Tujuan tersebut, dalam banyak hal, menjadi kritik terhadap budaya blackwashing di dunia Barat.
Wujud Representasi Diri dalam Penghitaman Karakter Animanga di Barat
Di dunia Barat, para artist dunia Barat umum menghitamkan karakter animanga dan gim. Mereka umumnya melakukan hal tersebut dengan mengubah warna kulit, seperti yang bisa dilakukan oleh beberapa artist terhadap karakter Genshin Impact dari Natlan, atau dengan mengganti karakter sesuai dengan ras yang diharapkan.
Salah satu kasus penghitaman karakter yang menjadi viral pada Desember 2024 lalu adalah kasus Ken “Okarun” Takakura dan Momo Ayase. Kedua karakter tersebut, yang berasal dari anime DanDaDan, dihitamkan oleh seorang artist bernama @Lynn6Thorex. Penghitaman tidak hanya sekadar mengganti warna kulit; ia mengubah Okarun dan Momo menjadi orang kulit hitam, lengkap dengan ciri fisik khasnya.

Gambar @Lynn6Thorex menarik perhatian A.J. Beckles, pengisi suara Okarun yang berasal dari Amerika Serikat. Ia menggunakan gambar tersebut sebagai foto profil di akun X pribadinya.
Mengutip artikel Saturday AM News, apresiasi sederhana yang dilakukan Beckles justru berbuah hujatan dan penghinaan kepadanya. Hujatan dan penghinaan tersebut benar-benar luar biasa baginya, sampai-sampai ia menutup akun media sosialnya. Alasan mereka, Beckles dianggap mendukung blackwashing terhadap Okarun dan Momo.
Tuduhan blackwashing, atau menggambarkan karakter kulit putih menjadi kulit berwarna, merupakan tuduhan yang memiliki akar historis. Setidak-tidaknya, itu terjadi karena representasi masyarakat kulit berwarna dalam animanga terbilang rendah. Mengutip artikel Shani Deason berjudul Black People in Anime and Why Representation Matters, animanga dianggap masih membudayakan anti-kulit berwarna, dan belum berhasil melakukan representasi yang sepatutnya terhadap mereka.
Kondisi ini membuat masyarakat kulit berwarna sulit untuk menikmati budaya animanga, dan menjadi bagian di dalamnya. Kondisi ini, mengutip berita video The Guardian, berusaha diperbaiki dengan melakukan penghitaman terhadap karakter animanga.
Penghitaman di sini tidak berarti sekadar mengubah warna kulit, tetapi juga memaknai karakter tersebut sesuai dengan kebudayaan masyarakat kulit berwarna. Dalam kasus Okarun dan Momo di atas, @Lynn6Thorex menggambarkan kembali kedua karakter sebagai penduduk kulit hitam, melakukan penghitaman.
Penghitaman Karakter Animanga di Indonesia: Humor dan Melawan Blackwashing
Serupa dengan di Barat, penghitaman karakter animanga juga populer di Indonesia. Namun, alih-alih menjadi wujud representasi diri, tren tersebut dimaknai berbeda di Indonesia.
Para artist dan wibu di Indonesia memahami penghitaman karakter animanga sebagai sebuah humor internet. Berawal dari penghitaman terhadap beberapa karakter waifu, seperti lima bersaudara Nakano (5-toubun no Hanayome) dan Hitori Gotou (Bocchi the Rock), beberapa orang membentuk komunitas untuk menghitamkan karakter-karakter animanga, kartun, dan gim.

Para pegiat penghitaman karakter menghimpun diri dalam beberapa grup. Salah satunya, Forum Penghitaman Anime Massal, secara aktif menerbitkan karakter yang telah dihitamkan, atau sekadar meminta permohonan untuk menghitamkan karakter tertentu.
Penghitaman karakter animanga di Indonesia juga terkait dengan budaya thugposting, yang masih populer disebarkan melalui media sosial. Budaya ini, yakni membagikan konten-konten tentang masyarakat kulit berwarna, terkadang bercorak homoseksual, mendorong tumbuhnya budaya penghitaman karakter.
Karakter animanga yang telah dihitamkan, biasanya akan diperlakukan seperti layaknya beberapa figur dalam thugposting, seperti Ambatukam, Mas Rusdi, dan Mas Fuad. Mereka terkadang dikemas kembali menjadi image reaction atau stiker, dibagikan dari satu pengguna ke pengguna lainnya melalui media sosial.

Mengingat penghitaman karakter animanga di Indonesia tidak terkait dengan representasi diri, setidak-tidaknya terjadi perbedaan pemahaman terhadap tren serupa di dunia Barat. Mereka melihat hal tersebut sebagai penghinaan terhadap karakter animanga, merusak apa yang selama ini telah dianggap indah.
Hal tersebut juga mendorong mereka untuk menggiatkan budaya penghitaman karakter animanga dalam komunitas mereka. Apa yang mereka lakukan, setidaknya secara sekilas, sebagai cara untuk melawan blackwashing yang dilakukan dunia Barat terhadap karakter animanga.
Pada akhirnya, terdapat perbedaan mendasar dalam budaya penghitaman karakter animanga di dunia Barat dan Indonesia. Di Barat, ia menjadi wujud representasi diri, seiring dengan lemahnya representasi masyarakat kulit berwarna dalam animanga. Di sisi lain, para artist dan wibu Indonesia memahami penghitaman karakter sebagai sebuah tren untuk menyebarkan humor melalui internet. Sedikit banyak, mereka menggunakan budaya tersebut sebagai cara untuk melawan blackwashing, yang dianggap merusak tatanan animanga yang sudah ada.