Ketika kita diminta membayangkan seperti apa masa depan, mungkin sebagian besar dari kita akan berpikir tentang mobil terbang, android, atau kehidupan intergalaksi. Masa depan yang terbayang di benak kita seringkali menggambarkan tentang kehidupan manusia yang serba canggih karen perkembangan teknologi. Hal ini tentu tidak terlepas dari pengaruh film sci-fi populer yang mengambil latar di masa depan, seperti misalnya Star Wars, Terminator, juga Ghost in The Shell.
Tetapi, jika berbicara tentang film yang berpengaruh dalam visualisasi masa depan, maka film karya Fritz Lang, Metropolis adalah sebuah karya penting sebagai pionir film-film bergenre futuristik. Metropolis merupakan film yang dirilis pada 1927, dengan format hitam putih dan merupakan film bisu (narasi disampaikan secara visual). Metropolis menampilkan elemen-elemen yang bertindak sebagai batu pijakan dari tema sci-fi futuristik di kemudian hari, seperti mobil terbang, gedung pencakar langit, dan cyborg.
Terinspirasi dari karya Lang, pada tahun 1949 bapak mangaka yang terkenal dengan karya Astro Boy yakni Osamu Tezuka kemudian membuat manga dengan judul yang sama seperti film Lang. Pada tahun 2001, MADHOUSE merilis anime yang terinspirasi dari manga Tezuka dengan judul yang sama, Metropolis.
Anime Metropolis justru memiliki cerita yang lebih mirip dengan film Fritz Lang, tetapi kedua karya memiliki perspektif berbeda dalam melihat masa depan, terutama tentang munculnya mesin-mesin canggih dalam kehidupan manusia. Apa saja letak perbedaan kedua karya dengan judul yang sama tersebut? Mari kita bahas!
Metropolis Fritz Lang: Masih Tentang Afirmasi Kemanusiaan
Berkisah tentang kehidupan masyarakat di suatu kota (Metropolis) pada tahun 2026. Meskipun mesin digambarkan mampu membantu kegiatan sosial-ekonomi masyarakat, manusia masih harus bekerja untuk mengoperasikan mesin-mesin tersebut. Hal ini yang menginisiasi terciptanya konflik kelas antara orang-orang kaya dan kelompok pekerja. Freder dan Maria adalah tokoh sentral dalam film ini. Dua karakter utama ini berasal dari status sosial yang berbeda yang mencoba saling memahami.
Untuk mengakhiri konflik tersebut, ayah Freder, dibantu oleh ilmuwan bernama Rotwang menciptakan mesin (robot) menyerupai wanita. Rotwang kemudian membuat robot menyerupai Maria untuk menghasut kaum pekerja. Bencana tercipta di kota tersebut dan kelompok pekerja menyalahkan robot Maria, kemudian membakarnya. Maria yang asli dan Freder kemudian mampu mengakhiri konflik yang terjadi, sebagai mediator atas kedua kelas tersebut.
Metropolis MADHOUSE: Ketika Robot Berpikir
Mengisahkan tentang detektif dan keponakannya yang menyelidiki rumor tentang senjata pemusnah di sebuah kota bernama Metropolis. kota di mana manusia dan robot hidup berdampingan. Walaupun terlihat harmonis, terdapat kecemburuan dari kelompok manusia tentang robot yang perlahan-lahan mampu mengambil pekerjaannya. Dari kecemburuan tersebut, suatu fraksi anti-robot terbentuk. Mereka memiliki ambisi untuk melakukan suatu restorasi Metropolis, yaitu kehidupan tanpa robot.
Cerita Metropolis MADHOUSE berpusat pada robot yang menyerupai seorang gadis bernama Tima. Tima merupakan hasil eksperimen Laughton, seorang ilmuwan gila, Pemimpin fraksi manusia, Red Baron meminta Laughton membuat Tima untuk mengakhiri konflik berkepanjangan yang terjadi di metropolis. Tima kemudian terbangun. Kesadaran Tima justru membawa robot itu pada perenungan tentang siapa dirinya, apakah manusia atau mesin serta apa tujuan hidupnya. Pada akhir cerita, Tima harus mengetahui dan menerima kenyataan pahit bahwa tujuan dirinya tercipta adalah sebagai senjata pemusnah.
Sintesis-Disjungtif dalam Kedua Varian Metropolis
Kedua karya sama-sama menggambarkan konflik antara dua golongan, menunjukan bahwa di masa depan yang serba canggih pun, masalah pertikaian tidak pernah selesai. Fritz Lang menggambarkan konflik Kelas antara si pemilik dan operator mesin. Sementara MADHOUSE menggambarkan konflik horizontal antara manusia dengan ciptaannya sendiri (robot) sebagai konsekuensi atas kedudukan kedua pihak yang setara. Meskipun kedua pihak memiliki kesempatan yang sama, tetapi superioritas robot dalam pekerjaan menimbulkan kecemburuan pihak manusia.
Kemudian, kedua karya sama-sama menampilkan robot sebagai simbol dari puncak kekuatan ilmu pengetahuan. Robot digunakan oleh salah satu fraksi untuk menghancurkan fraksi lainnya. Robot dalam film Lang dibuat mirip dengan Maria oleh pihak borjuis sebagai senjata untuk menciptakan chaos di dalam kelas pekerja, sehingga revolusi kelas pekerja dapat diatasi. Sementara dalam anime, Tima adalah robot yang diciptakan oleh umat manusia sebagai senjata pemusnah, untuk memusnahkan robot itu sendiri.
Terakhir, adalah perbedaan perspektif. Dalam Metropolis Lang, mesin dianggap manusia sebagai makhluk yang berbahaya, menimbulkan konflik kelas. keberadaan mesin dalam wujud robot Maria dianggap sebagai sumber masalah, sehingga dimusnahkan. Sementara dalam anime, perspektif mesin justru lebih ditonjolkan. Perspektif tersebut dapat dilihat dari kepasrahan robot yang ditindas oleh manusia karena mereka sudah diprogram untuk tidak dapat menyakiti manusia (seperti hukum Robot Asimov), dan dalam wujud krisis eksistensial Tima terhadap keberadaan dan tujuan hidupnya.
Masa Depan Selalu Spekulatif
Fritz Lang dan MADHOUSE memproyeksikan gambaran masa depan tentang mesin canggih dan konsekuensinya dalam kehidupan masyarakat. Kedua karya tersebut juga membawa narasi terselubung yang pesimis, bahwa di masa depan yang utopis sekalipun, masalah sosial tidak akan pernah selesai. Justru, teknologi memiliki potensi untuk menjadi berbahaya, seperti senjata pemusnah. Tetapi disisi lain, anime Metropolis menghadirkan point of view mesin itu sendiri. Selama ini kita mungkin lebih sering berpikir tentang bahaya mesin yang melampaui manusia, tetapi jarang merefleksikan tentang apa jadinya jika mesin tersebut justru juga mampu memiliki kerapuhan layaknya manusia, seperti mempertanyakan keberadaannya secara melankolis.
Penulis: Gloria Bayu Nusa Prayuda
IG: @gloria_1.8